SURABAYA – Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Jatim yang mengusut kasus dugaan korupsi APBD Lamongan pada pelepasan lahan untuk kepentingan PT Lamongan Integrated Shorebase (PT LIS) guna pendirian pelabuhan yang bekerjasama dengan PT Easlog Ltd di Lamongan terbelah. Muncul dua pendapat di internal penyidik terkait SK Bupati nomor 188/563/Kep/412/013/2003 tentang biaya panitia pengadaan tanah, yang dikeluarkan Bupati Lamongan Masfuk kala itu, dan dianggap melawan hukum.
Perbedaan pendapat muncul karena adanya temuan yang menyebutkan bahwa SK tersebut sudah diadopsi menjadi suatu Peraturan Daerah (Perda). Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Kejati Rohmadi saat dikonfirmasi melalui ponselnya, minngu (17/2) kemarin mengatakan, setelah menelaah SK Bupati dan Perda dimaksud, penyidik bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jatim menemukan dua alternatif jawaban.
Pertama, bila SK sudah di-Perda-kan, maka secara otomatis tidak ada pelanggaran hukum pada kasus yang membelit mantan Bupati Lamongan Masfuk sebagai tersangka itu. “Karena SK itu di-APBD-kan. Artinya kan pelepasan lahannya ada payung hukumnya,” ucap dia. Bilapun ada pelanggaran, itu adalah masalah administrasi semata.
Kedua, lanjut Rohmadi, bila melihat materi SK Bupati yang dikeluarkan untuk pelepasan lahan dari 2003 hingga 2007, maka terjadi pelanggaran hukum. Sebab, di SK tersebut dijelaskan bahwa 10 persen dana dari total biaya pelepasan lahan diambil dari APBD. Padahal, berdasarkan Keppres no 55 tahun 1993 dan Keputusan Menteri Agraria no 1 tahun 1994, batas biaya panitia untuk pengadaan tanah yang diperbolehkan hanya 4 persen. “Sebagian berpendapat 6 persennya itu dianggap kerugian negara, karenanya terjadi korupsi,” tandas dia.
Merujuk pada logika hukum, lanjut Rohmadi, setiap ada kerugian negara pada suatu kebijakan pemerintah, maka pasti terjadi pelanggaran. Sebaliknya, jika terjadi pelanggaran, belum tentu menimbulkan kerugian negara. Nah, telaah SK dan Perda dalam kasus dugaan korupsi APBD Lamongan ini untuk mencari apakah ada kerugian negara karena suatu kebijakan, atau sekadar pelanggaran administrasi.
Untuk memperkuat telaah, tambah Kasidik asal Surabaya itu, penyidik berencana memanggil saksi ahli terkait silang pendapat tersebut. “Secepatnya kami akan meminta pendapat ahli,” terang Rohmadi. Kata dia, tak mudah mencari saksi ahli yang betul-betul independen dan menguasai persoalan. “Kami akan cari ahli yang benar-benar ahli,” ujar dia.
Rohmadi membantah isu di luaran yang mengembuskan penyidikan kasus senilai miliaran rupiah ini akan dihentikan alias di-SP3. Kata dia, penyidikan terkesan lama, selain menunggu hasil audit BPKP, juga karena akan dimatangkan betul sebelum masuk ke pengadilan. “Nanti kalau buru-buru disidangkan terus bebas, jaksa yang disalahkan,” Pungkas dia.
Untuk diketahui , Masfuk ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi biaya pelepasan lahan guna pendirian pelabuhan yang bekerjasama dengan PT Easlog Ltd, Juli lalu, berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprintdik) bernomor 676/0.5/FD.1/7/2012. Masfuk diduga bertanggungjawab pada penyimpangan pelepasan lahan seluas 98 hektar, sejak dari 2003 hingga 2009, yang menelan duit APBD Lamongan sebesar Rp 16 miliar. (kas).