SURABAYA – Polemik terkait penarikan pajak sewa stan, membuat Perusahaan Daerah Pasar Surya (PDPS) bingung harus berbuat apa. Di satu sisi PDPS ditegur Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak, agar setiap sewa stan dikenakan pajak penambahan nilai (PPN), di sisi lain pajak sewa stan ditentang oleh para pedagang. “Ya, begitulah keadaannya sekarang. Kami sebelumnya memang ditegur Dirjen Pajak karena tidak pernah menarik pajak sewa stan kepada pedagang. Teguran Dirjen Pajak itu tentu sesuai dengan Undang-Undang. Tapi, ketika kami menerapkan penarikan pajak atas sewa stan di pasar milik kami, kini PDPS ditentang,” ungkap Karyanto Wibowo, Direktur Utama (Dirut) PDPS, Minggu (17/2).
Dirinya menambahkan, pihaknya tidak bisa berbuat apa-apa atas itu semuanya. Apalagi penarikan pajak yang dibebankan pada pedagang itu sudah dihentikan sementara oleh DPRD Surabaya, saat hearing dengan pedagang beberapa hari lalu. Dirjen Pajak melihat iuran atau sewa stan ke pedagang dianggap sebagai masukan keuangan bagi PDPS. Atas dasar itu PDPS dianggap menyewakan stan pada pedagang. Mengingat menyewakan stan, PDPS harus membayar PPN ke negara, sedangkan PPN-nya harus
dikenakan kepada penyewa stan.
“Seperti orang makan di restoran. Yang kena pajak kan pembeli makanan di restoran, bukan pemilik restorannya kan? Nah, seperti itu
gambarannya. Jadi, PPN kami bebankan kepada pedagang,” paparnya.
Sebenarnya sejak beberapa tahun lalu PDPS sudah diberikan peringatan baik lisan maupun tulisan dari Dirjen Pajak atas masalah tersebut. Namun, baru awal tahun ini pajak itu dijalankannya. “Tapi di lapangan pedagang protes. Sehingga kami hentikan dulu penarikan pajak itu sampai ada kepastiannya lagi,” ujarnya
Sementara itu, Toga Ferdinand Sirait selaku Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Kayoon mengatakan, seharusnya PDPS tidak melempar tanggungjawab pembayaran pajak ke pedagang. ”Ini sangat merugikan pedagang kecil
kalau terus ada tarikan sejumlah uang,” katanya.
Toga mengungkapkan, ada keganjilan dalam penarikan pajak tersebut yakni, pajak yang dikenakanpada pedagang merupakan PPN. Padahal seharusnya, pajak tersebut dikenakan pada jenis usaha barang dan jasa atau dari produksi suatu barang hingga ke distribusinya. Dalam hal ini pedagang dikenai pajak untuk tempat usaha atau stan yang ditempati.
”Itu keanehannya, rasanya sangat janggal dan tak masuk akal,” jelasnya.
Dirinya juga merincikan perihal kenaikan penarikan sewa stan, biasanya retribusi dikenakan Rp 14 ribu per meter naik menjadi Rp 16 ribu per meter. ”Saya punya stan seluas 24 meter yang biasanya membayar retribusi Rp 450 ribu tiap bulan karena kenaikan retribusi akhirnya harus membayar Rp 495 ribu,” pungkasnya.
Sebelumnya M. Machmud selaku Ketua Komisi B Dewan Peewakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya mengatakan, berdasarkan hasil hearing antara DPRD bersama jajaran direksi PDPS dan perwakilan pedagang, serta Dirjen Pajak, dewan meminta agar penarikan PPN dari sewa atau retribusi stan pasar distop dulu.
“Yang jelas stan pedagang di pasar bukan objek PPN, sebab yang seharus dikenakan itu barang dagangan yang dijual pedagang. Seperti penarikan PPN di restoran atau rumah makan, kan PPN-nya ditarik 10% dari makanan yang dijual pemilik restoran. Itu pun yang membayar PPN pembeli makanannya, bukan pemilik stan atau warung penjual makanannya yang dikenai bayar PPn,” jelas Machmud.