JAKARTA (koranmadura.com)- Kehadiran pasar modern di Indonesia semakin menggerus keberadaan pasar tradisional. Berdasarkan data Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPI) pertumbuhan pasar modern naik hingga 31,4 persen, sementara pasar tradisional justru turun hingga 8,1 persen. “Sungguh ironis, pasar tradisional yang sudah ada sejak bangsa ini belum merdeka malah tersisih dan terancam punah,” ujar Ketua IKAPI Abdullah Mansuri disela-sela Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi VI dengan Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPI), Gabungan Importir Nasional Indonesia (GINSI), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), dan Asosiasi Eksportir dan Importir Buah dan Sayuran Indonesia (ASEIBSINDO) di Jakarta, Selasa (5/2).Dia berharap persoalan pasar tradisional bisa dimasukkan ke dalam RUU Perdagangan yang akan dibahas, sehingga para pedagang mempunyai kepastian hokum. Dengan demikian, keberdaan pasar tradisional bisa dilestarikan. “RUU ini sebenarnya sudah dibahas sejak tahun 2005. Dan diharapkan pada tahun 2013 ini bisa rampung untuk segera diundangkan.
Data sementara yang dihimpun IKAPI bahwa jumlah pasar tradisional di seluruh Indonesia adalah 13.450 pasar. Sedangkan pedagang tradisionalnya mencapai jumlah 12,6 juta pedagang. Angka ini sangat signifikan untuk mendapat perhatian semua pihak, baik DPR maupun pemerintah.
Sementara itu, anggota Komisi VI DPR, Arya Bima mengatakan pasar-pasar tradisional kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah. Padahal keberdaannya sangat penting guna menambah daya dukung bagi ekonomi nasional. Sayangnya, keberadaan pasar tradisional terancam punah oleh derasnya pertumbuhan pasar-pasar modern. “Saya berharap, UU Perdagangan yang segera dirumuskan nanti mampu menaikkan volume perdagangan Indonesia di kancah internasional,” jelas dia.
Dia melihat, keberadaan pasar tradisional mulai terancam tidak saja oleh Perda-perda, tapi juga oleh masuknya investasi asing yang mendirikan pasar-pasar modern yang jaraknya justru sangat dekat dengan pasar tradisonal. Kondisi ini akan mematikan para pedagang tradisional tersebut. Padahal kata dia, produk-produk unggulan Indonesia justru banyak lahir dari pasar-pasar tradisional. “Pemerintah pusat maupun daerah tampaknya kurang mengapresiasi atau memfasilitasi keberadaan pasar-pasar ini,” imbuh dia.
Industri Kerajinan
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menyarankan untuk menggenjot neraca perdagangan yang saat ini defisit, Indonesia dapat mengandalkan keunikan produk nasional untuk meningkatkan ekspor.
Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Suhariyanto mengatakan keunikan produk Indonesia berada pada hasil kerajinan. “Industri kerajinan, itu kan unik. Itu potensinya besar loh,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Jakarta, Selasa (5/2).
Pemerintah diminta mengembangkan pasar tujuan ekspor baru. Dua cara ini kinerja ekspor bisa kembali positif sehingga menormalkan neraca perdagangan dan berkontribusi positif pada pertumbuhan.
Capaian pertumbuhan tahun lalu, lanjutnya, merupakan yang terbaik kedua setelah China di dunia. Akan tetapi, agar pertumbuhan dapat terus meningkat tergantung pada perbaikan kondisi ekonomi dunia.
“Kalau konsumsi rumah tangga kan segitu-segitu saja, 5,5 persen seperti itu. Tapi kalau investasi bisa dipacu dan itu bisa mengkompensasi defisit, mungkin bisa,” pungkas dia (gam)