SURABAYA – Sistem penarikan pajak reklame yang diberlakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dikeluhkan oleh para pengusaha biro reklame. Mereka keberatan, karena penarikan pajak tidak dihitung per-bidang reklame, melainkan nerdasarkan per-produk atau per-materi iklan yang ada dalam satu bidang reklame.
Tidak hanya itu, jika ada pemasang reklame baru di papan reklame yang sudah berdiri, maka pengusaha biro reklame tersebut akan ditarik pajak ganda atau double. Pertama, pajak reklame yang akan dipasangnya, kedua mereka juga harus menanggung pajak reklame sebelumnya, meskipun pemasangnya dari klien yang berbeda.
Hal ini diungkapkan oleh Sekretaris Perhimpunan Perusahaan Perikalanan Indonesia (P3I), bidang rekalame outdoor, Boy Slamet. “Soal reklame satu bidang, pajaknya disesuaikan dengan jumlah isi materi sudah saya alami. Jadi kalau satu bidang reklame dipasangi lima produk, maka pajak yang harus dibayar ke Pemkot juga terdiri dari lima produk tadi. Ini aneh, tapi nyata,” ungkap dia. Kamis (28/2).
Boy Slamet, yang juga pengusaha reklame mengatakan, saat memasang reklame di satu titik persil ternyata dia diminta membayar pajak tertunggak dari pemasang reklame lama yang menunggak pajak itu. “Saat itu saya terpaksa membayar pajak tertunggak yang semestinya bukan tanggungan saya, tapi tanggungan pemasang reklame yang lama. Ini karena saya sudah mendapatkan klien untuk pemasangan reklame di tempat yang sama. Jadi, saya sangat terpaksa sekali membayarnya,” keluh dia.
Dirinya juga menambahkan, jika seharusnya pajak tunggakkan ditagih Pemkot ke pemasang reklame lama, namun kenyataannya hal itu ditarikkan ke pemasang reklame yang baru.
Sebelumnya para pengusaha biro iklan ini keberatan dengan sistem penataan atau titik tempat reklame berdiri, yang anggap kurang menguntungkan mereka. Dimana reklame harus dipasang atau ditempelkan di dinding bangunan. Tidak hanya itu, Pemkot juga memberlakukan larangan reklame berdiri di Ruang Milik Jalan (Rumija) dan Persil warga atau area pemukiman dengan alasan keamanan.
Ketua Komisi B Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya, Moch Machmud mengatakan, Larangan pemasangan reklame di Rumija hanya terkait dengan masalah larangan penarikan retribusi dan pajak. Sementara, letak pemasangan reklame itu sendiri belum diatur secara aturan atau undang-undang.
Untuk pemasangan reklame di persil warga atau daerah pemukiman, pihaknya sudah mengesahkan Raperda yang mengatur tentang penataan reklame di persil warga pada akhir Desember tahun lalu. Di dalam Perda itu juga disebutkan penataan reklame didasarkan atas kawasan. Diman nanti diharapkan satu kawasan jumlah reklamenya akan diatur. Kemudian, boleh atau tidak tiang reklame di sekitar permukiman warga. Selain itu, boleh atau tidak reklame dicatkan di tembok gedung. “Ini yang diatur dalam perda itu, tapi sayangnya hingga sekarang perda belum diterapkan ke masyarakat,” tegas dia.
Dia menambahkan, awalnya Pemkot Surabaya berencana untuk melelang kawasan titik reklame ke masyarakat. Namun lelang kawasan titik reklame diyakini banyak pihak bakal menimbulkan masalah baru, karena tidak menutup kemungkinan menimbulkan persaingan tidak sehat antar biro reklame di kota ini. (wan)