Komisi A DPRD Pamekasan, Madura, Jawa Timur, akan mengkaji dugaan kecurangan dalam pelaksanaan pemilihan kepada desa hingga menyebabkan kericuhan.
Ketua Komisi A DPRD Pamekasan Suli Faris, Senin menyatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan menggelar serap aspirasi dengan pihak terkait guna memperoleh data-data pelanggaran dalam pelaksanaan pilkades itu.
“Kami sudah menerima aspirasi secara langsung dari sebagian masyarakat desa yang menggelar pilkades dan pelaksanaannya terindikasi ada pelanggaran, salah satunya di Desa Branta, Kecamatan Tlanakan,” kata Suli Faris.
Ketua Komisi A DPRD Pamekasan Suli Faris mengemukakan hal ini seusai menemui perwakilan warga Desa Branta, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan yang berunjuk rasa ke kantor DPRD setempat.
Ratusan warga desa yang mengatas namakan diri Persatuan Rakyat Desa Branta Pesiri ini datang ke kantor DPRD Pamekasan memprotes pelaksanaan pilkades di desanya, karena terindikasi penuh kecurangan.
Menurut korlap aksi, Alfian Ramadhani, ada lima indikasi kecurangan dalam proses pemilihan kepala desa yang digelar Sabtu (11/5) itu.
Pertama, pada pelaksanaan penghitungan surat suara di kotak suara terakhir ditemukan beberapa surat suara lebih dari jumlah pemilih yang hadir. Menurut warga, indikasi itu membuktikan panitia tidak profesional dalam menjalankan tugasnya.
“Yang kedua, adanya penghentian penghitungan hasil perolehan suara tanpa alasan yang jelas,” katanya.
Indikasi penyimpangan yang ketiga yang disampaikan warga saat aksi ke kantor DPRD Pamekasan ialah adanya upaya panitia mengarahkan pemilih kepada salah satu calon, serta oknum aparat kepolisian yang bertugas mengamankan pilkades.
Oleh sebab itu, massa yang mengatasnamakan diri Persatuan Rakyat Desa Branta ini menuntut agar pihak tim pengarah pilkades Kecamatan Tlanakan dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Branta agar tidak memberikan surat pengantar pelantikan, kepala desa terpilih.
“Kami juga menuntut agar Kapolres Pamekasan memberikan sanksi kepada oknum petugas yang terbukti melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan pilkades di desa kami,” kata Alfian Ramadhani.
Tuntutan selanjutnya, massa meminta agar Bupati Pamekasan Achmad Syafii tidak melantik kepala desa terpilih, serta mendesak panitia pelaksana dan mengulang pelaksanaan pilkades di desa itu.
Usai berunjuk rasa ke kantor DPRD Pamekasan, massa selanjutnya bergerak menuju pendopo pemkab di Jalan Pamong Praja, bergabung dengan pengunjuk rasa lain dari Desa Klompang Barat, Kecamatan Pakong dalam kasus yang sama.
Pilkades bermasalah di Desa Branta, Kecamatan Tlanakan ini merupakan program pilkades serentak tahap kedua yang digelar di wilayah Kabupaten Pamekasan.
Selain di Desa Branta, Kecamatan Tlanakan dan Desa Klompang Barat, Kecamatan Pakong, pilkades bermasalah juga terjadi di Desa Banyulu Bulu, Kecamatan Proppo.
“Ada tiga desa yang bermasalah dari 27 desa yang menggelar pilkades pada 11 Mei 2013 ini,” kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa (BPMB) Pemkab Pamekasan Moh Zakir.
Di Desa Branta, pelaksanaan pilkades bermasalah, karena jumlah surat suara melebihi jumlah pemilik yang menggunakan hak pilihnya di desa itu.
Sedangkan di Desa Klompang, Kecamatan Pakong, penyimpangan berupa banyaknya surat suara yang tercoblos lebih dahulu, dan pantia pelaksana cenderung memihak salah satu calon tertentu.
Sementara penyimpangan di Desa Banyubulu, Kecamatan Proppo, juga sama, yakni karena akibat pelaksanaan pilkades di desa itu terindikasi bernuansa politik uang.