PAMEKASAN- Kelompok Masyarakat Larangan Slampar Bersatu (MSLB) Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan, berencana melaporkan kasus dugaan penyelelewengan jatah beras untuk warga miskin (raskin) di desa itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Langkah itu akan dilakukan jika proses hukum terhadap dugaan kasus korupsi raskin itu tidak ada perkembangan yang berarti.
Menurut Koordinator MLSB, Subianto, Minggu (5/5), sementara ini kasus dugaan raskin yang sedang ditangani Kepolisian Resor (Polres) Pamekasan, belum ada perkembangan. Ia berharap, jika sudah dilaporkan ke KPK, penanganan kasus itu akan lebih cepat.
MSLB, sudah menyiapkan ada beberapa bukti-bukti penyelewengan dan akan digunakan sebagai penguat laporan ke KPK. Dari bukti yang sudah dimiliki itu, kelompok tersebut menduga kasus raskin di Larangan Slampar memang diselewengkan.
“Yang sudah kami pegang, bukan hanya bukti penyaluran, namun juga pengakuan dari rumah tangga sasaran bahwa mereka tidak menerima jatah beras sesuai dengan seharusnya,” kata Subianto.
MSLB, kata dia, sudah mengira bahwapenanganan kasus ini akan berjalan lama dan terkesan sengaja diperlambat. Namun, dirinya bersama sejumlah tokoh masyarakat sudah bertekad untuk mengawal kasus itu hingga ke proses hukum.
Akibat tekadnya itu, dirinya dan sejumlah aktivis lainnya seringkali menerima ancaman teror dari orang-orang tak dikenal. Diantara ancaman itu adalah ancaman fisik berupa tabrak lari.
“Intinya, mereka meminta kami untuk berhenti mempersoalkan kasus raskin ini. Tapi kami tidak takut, karena ini demi kebenaran,” katanya.
Kasus dugaan penyelewengan Raskin di Desa Larangan Slampar sudah ditangani Polres Pamekasan. Pada Sabtu lalu, setidaknya tujuh orang Kepala Dusun di desa itu dan Sekretaris Desa setempat dimintai keterangan penyidik.
MLSB, kelompok yang sejak awal melakukan protes atas dugaan penyimpangan penyaluran beras murah itu menduga, nilai kerugian negara akibat penyimpangan itu mencapai Rp. 2,6 miliar.
Sebab sejak 2010 lalu, jatah beras itu tidak disalurkan secara keseluruhan, karena warga penerima hanya menerima tiga kali penyaluran selama setahun atau sembilan kali dalam tiga tahun. (awa/muj)