JAKARTA-Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ternyata tidak berkualiatas karena memberi kontribusi semakin melebarnya ketimpangan social. Hal tersebut tampak dari makin meningkatnya gini rasio di Jawa Timur yang berada pada posisi 0,38. “Ketika rejim Soekarwo berkuasa, angka ketimpangan 0,33. Tetapi, saat ini, angka ketimpangan berada diposisi 0,38. Ini artinya, pertumbuhan ekonomi ini tidak bermanfaat bagi masyarakat Jawa Timur,” ujar Ketua DPD PDI Perjuangan Jawa Timur, Sirmadji Tjondropragolo, di Surabaya, Rabu (29/5).
Dia mengaku, pemerintah Jawa Timur sukses mengawal pertumbuhan ekonomi. Bahkan jika dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Jawa Timur masih lebih tinggi. Jika pertumbuhan ekonomi nasional tumbuh 6,2 persen maka propinsi Jatim sukses mencatat angka pertumbuhan 7,24 persen. “Akan tetapi pertumbuhan ekonomi di Jatim ini justru daya merugikan masyarakatnya lebih dasyat dibandingkan jaman orde baru,” tutur dia.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur menyebutkan, kinerja perekonomian Jawa Timur sepanjang triwulan I/2013, angka pertumbuhan ekonomi Jatim tercatat mencapai 6,62%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional triwulan I-2013 sebesar 6,2 persen.
Dia menilai, pertumbuhan ekonomi tinggi yang dibanggakan pemerintahan Jawa Timur hanya sukses menambah kemiskinan baru. “Ketika jaman gonjang-ganjing krisis, timbul huru-hara, angka ketimpangan hanya 0,36. Demikian juga saat jaman orde baru angkanya juga di 0,36. Tetapi sekarang ini sudah 0,38,” jelas dia.
Angka ketimpangan social di Jawa Timur ini berbeda sedikit dengan angka ketimpangan nasional 0,41. Dan lebih parah dan ini tertinggi sejak Negara Indonesia merdeka. “Dipusat siapa yang berkuasa? Di Jatim siapa yang berkuasa? Partai Demokrat kan? Jadi, sukses pemerintahan Karsa ini menciptakan pertumbuhan sekaligus ketimpangan,” imbuh dia.
Karena itu, PDI Perjuangan harus memperjuangkan memenangkan pilgub Jatim 2013. “Kita harus merebut pemerintahan ini yang dikuasai Demokrat yang saat ini menciptakan ketimpangan social,” tegas dia.
Memang, dia mengaku, pembangunan di Jawa Timur sudah ada perubahan, tetapi tambal sulam sifatnya. Karena itu, perlu dilakukan perubahan yang mendasar. “Bambang-Said jempol harus dimajukan dengan harapan melahirkan Jawa Timur baru yang lebih baik,” jelas dia.
Menurut dia, ketimpangan social ini akan dijawab oleh Bambang-Said dengan meluncurkan kartu jempol. Kartu jempol ini menjadi soluasi bagi masyarakat. Ini dibarengi dengan upaya pemberantasan kemiskinan berbasis desa. “Karena itu, yakinlah dan kita kawal bersama memenangkan Bambang-Said agar menciptakan Jawa Timur baru yang adil dan merata,” jelas dia.
Selama ini kata dia, memang sudah ada program penananggulan kemiskinan berbasis desa. Tetapi alokasi anggaran yang Rp 15 triliun dan hanya sebagian kecil masuk ke rakyat. “Memang ada yang namanya bantuan keuangan desa yang besarnya Rp 60 juta. Itupun rata dalam satu periode,” jelas dia.
Bambang-Said jempol justru tidak akan seperti itu. Bambang-Said akan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 400 juta untuk pembangunan pedesaan. Dari dana ini, sebesar Rp 250 juta dipakai untuk membangun infrastruktur pedesaan dan sebesar Rp 150 juta akan dialokasikan untuk program peningkatan gender. “Program berbasis pedesaan dikombinasikan dengan kartu jempol, saya yakin, Jawa Timur dibawah kepemimpinan Bambang-Said jempol akan memenuhi harapan masyarakat.
Sirmadji menegaskan, keinginan PDI Perjuangan memimpin Jawa Timur bukan sekedar sok-sok mengejar kekuasaan. Tetapi mengemban misi ideologis, memastikan perubahan di Jawa Timur menuju Jawa Timur baru sesuai dengan ajaran Bung Karno. (gam/ara)