BANGKALAN – Belum terealisasinya pembangunan di sekitar kaki Jembatan Suramadu diduga kuat karena ada permainan pihak spekulan tanah. Akibatnya hingga saat ini pembebasan lahan di area tersebut masih tak kunjung selesai.
Hal itu disampaikan mantan bupati Bangkalan Fuad Amin, kemarin (26/5). Dia mensinyalir saat ini banyak tanah yang sudah bersertifikat atas nama pribadi. Namun, pemilik lahan bukan warga setempat, melainkan orang-orang yang diduga kuat sebagai spekulan tanah.
”Para spekulan tersebut yang dapat menghambat pembangunan. Ini harus ditindak tegas sesuai aturan yang berlaku,” kata Fuad yang juga sebagai tenaga ahli Pemkab Bangkalan.
Menurutnya, motif yang dilakukan para spekulan, ada yang diatasnamakan warga Kecamatan setempat, yakni masyarakat Labang. Ada juga yang atas nama dirinya sendiri, tapi domisilinya di luar Bangkalan. Namun, ada juga yang ditengarai menggunakan identitas palsu.
“Jika ada yang terbukti melanggar aturan atau sengaja memalsukan identitas untuk menguasai lahan, saya akan memperkarakan persoalan ini agar diproses hukum. Sebab, hal seperti ini sudah ada niat tidak baik,” ancam tokoh Bangkalan tersebut.
Fuad menjelaskan dalam pasal 6 Perda Kabupaten Bangkalan Nomor 15 tahun 2011 tentang Tata Kelola Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah Tata ruang disebutkan pemegang hak atas tanah kawasan strategis tidak dapat memindahkan haknya kepada pihak lain, yang diketahuinya tidak akan menggunakan dan/atau memanfaatkan tanahnya sesuai dengan RTRW Kabupaten.
”Tanah di Kecamatan Labang ini termasuk kawasan strategis. Sehingga tidak bisa dipindah tangankan kalau tidak sesuai RTRW,” ungkapnya.
Oleh karena itu, pemerintah dinilai memiliki kewenangan pembinaan dan pengendalian penyelenggaraan penatagunaan tanah. Meliputi pemantauan penguasaan, pembinaan, dan pemanfaatan tanah. ”Jadi, penertiban itu yang melaksanakan pemerintah daerah,” paparnya.
Untuk itu, dirinya menyarankan agar segala sesuatu yang terkait dengan penatagunaan tanah sekiranya dikoordinasikan kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah daerah tidak dilibatkan ketika hanya ada permasalahan. (ori/rah)