JAKARTA-Fraksi PDI Perjuangan membagikan postur APBN-P 2013 “tandingan” kepada masyarakat pengunjung sidang dan wartawan. APBN-P yang pro desa versi PDI Perjuangan ini dikemas dalam bentuk buklet atau buku saku kecil.
Buklet APBN-P konsep PDI Perjuangan ini diawali dengan penjelasan mengenai sekilas sejarah APBN sejak zaman pemerintah di era orde baru yang menyebut APBN RI sebagai APBN berimbang. Artinya, besarnya pendapatan sama dengan pembelanjaan. Faktanya, dalam pos belanja negara terdapat dua pos pembiayaan yang dibiayai dari utang, yaitu pos pembiayaan program dan pos pembiayaan luar negeri.
Jadi, sejak era Orde Baru, APBN yang menjadi neraca keuangan negara itu sebetulnya sudah defisit. Biasanya, defisit itu dibiayai oleh uang yang bersumber dari utang negara, baik utang dalam dan luar negeri.
Dari tahun ke tahun, utang negara semakin menumpuk sehingga pada 2012 utang negara RI sudah menembus angka Rp 1.800 triliun. Indonesia masuk dalam perangkap utang (debt trap). “Kemudian pada APBN Perubahan tahun 2013 ini, pemerintah kembali mengajukan utang negera senilai Rp 215,43 triliun,” jelas PDI Perjuangan.
PDI Perjuangan mencatat, rasio pembayaran utang luar negeri RI terhadap penerimaan transaksi berjalan atau debt service ratio (DSR) pada 2012 sudah mencapai 34,9 persen. Artinya, sudah dalam tahap berbahaya karena seharusnya dijaga tidak lebih dari 20 persen. “Sehingga negara saat ini dalam keadaan darurat utang,” cetus PDI Perjuangan dalam bukletnya.
Dalam analisa PDI Perjuangan, RAPBN-P 2013 versi pemerintah menyiratkan kegagalan untuk mengoptimalkan penerimaan negara sehingga negara mengalami defisit Rp 41 triliun. Ironisnya, meski defisit, pemerintah justru menambah belanja. Bahkan, pemerintah mencari sumber penerimaan baru dengan menaikkan harga BBM bersubsidi dengan harapan dapat melakukan penghematan subsidi senilai Rp 42 triliun.
PDI Perjuangan berpandangan, kenaikan BBM itu hanyalah karena pemerintah ingin menutupi kegagalan dalam mengurus penerimaan negara sekaligus menjaga pertumbuhan ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomoi melambat. “Kenaikan harga BBM bersubsidi hanyalah upaya pemerintah untuk memperoleh dana Rp 42 triliun yang akan digunakan untuk program pencitraan seperti BLSM dan Bansos sebanyak Rp 30 triliun
Jurubicara fraksi PDI Perjuangan DPR RI Ismayatun menambahkan PDI Perjuangan menginginkan perlunya upaya stimulus aktivitas ekonomi kerakyatan berbasis desa untuk menghadapi penurunan pertumbuhan ekonomi dan tekanan inflasi tahun ini akibat harga sembako dan ketidakpastian kebijakan BBM pemerintah. “Fraksi PDI Perjuangan mengusulkan program padat karya untuk masyarakat desa yang menjangkau 28.000 desa sebagai upaya stimulus perekonomian masyarakat melawan inflasi dan penurunan pertumbuhan ekonomi,” terang Ismayatun.
Mengenai besaran inflasi, PDI Perjuangan juga tidak sepakat atas angka inflasi yang ditetapkan oleh pemerintah dalam RAPBN-P 2013 sebesar 7,2 persen. Ini mengingat masyarakat sudah akan menghadapi bulan puasa, tahun ajaran baru dan Hari Raya Idul Fitri. “PDI Perjuangan mengusulkan angka inflasi 6 persen dengan pertimbangan harga BBM bersubsidi tidak naik,” demikian Ismayatun.
Sementara itu, anggota Komisi XI DPR, Nurdin Tampubolon menilai, kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi bertolak belakang dengan salah satu tujuan bernegara. Seharusnya, pemerintah memandang subsidi sebagai investasi jangka panjang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Fraksi Hanura menolak kenaikan harga BBM, karena salah satu landasan konstitusional (Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 dapat dimaknai bahwa setiap upaya menaikkan harga BBM bertolak belakang dengan tujuan bernegara untuk memakmurkan rakyat,” kata Nurdin.
Menurut Nurdin, defisitkeuangan negara merupakan kelemahan pemerintah dalam mengelola keuangan, bukan karena subsidi BBM yang meningkat.
“Penolakan Hanura terhadap kenaikan harga BBM juga terkait dengan masih bisanya pemerintah untuk mengoptimalkan pendapatan negara melalui efisiensi tata kelola dan peningkatan produksi,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, sejauh ini ada empat fraksi dari sembilan fraksi di DPR yang menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, yakni Hanura, PDI Perjuangan, PKS dan Gerindra.(gam/abd)