JAKARTA- Komisi Pemilihan Umum (KPU) dianggap kebablasan menjatuhkan sanksi kepada empat partai politik yang belum memenuhi kuota keterwakilan perempuan. Mencoret seluruh bakal calon legislatif dari satu daerah pemilihan hanya karena satu bakal caleg perempuan tak memenuhi persyaratan, justru bertentangan dengan konstitusi. Karena itu, mereka akan mengajukan langkah hukum terhadap lembaga penyelenggaran pemilu ini. “Kami mengecam keras langkah KPU) yang tidak cermat melakukan verifikasi. Putusan KPU di dua dapil PPP itu menunjukkan keteledoran KPU,” kata Sekjen DPP PPP Romahurmuzy di Jakarta, Selasa (11/6)
Menurut Romi-panggilan akrabnya, DPP PPP akan melakukan langkah hukum, yakni menggugat ke Bawaslu. Alasannya, keputusan KPU tersebut dinilai cacat hukum, bertentangan dengan UU Pemilu, dan melanggar peraturan yang dibuat KPU sendiri. “Contoh, konkretnya, harusnya pengumuman DCS dilakukan 13 Juni , tapi malah diumumkan 10 Juni 2013. Ini pelanggaran. Juga nomor urut, aturannya hanya menyebutkan dapat, tidak wajib ada di nomor urut 1, 2, 3 dan seterusnya,” tambahnya.
Lebih jauh kata Romi, KPU tidak menjalankan pemerintahan yang baik, karena tidak melibatkan dan tidak mendengar PPP dalam memutuskan batalnya dapil tersebut atau audy party. “Padahal soal KTP caleg perempuan itu sedang membuat e-KTP, maka KTP lama yang dipakai,” ujarnya
Diakui Romy, keberatan PPP sudah disampaikan ke KPU, Namuan sayangnya tidak digubris. Bahkan KPU malah ngotot pada keputusannya. Selain ke Bawaslu, PPP akan menggugat ke PT TUN, dan melaporkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Kalau menangani masalah administrasi saja KPU salah fatal, bagaimana menghadapi tahapan pemilu selanjutnya?,” imbuhnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum DPP PAN Dradjad H Wibowo menilai KPU kebablasan dalam menjatuhkan sanksi dan menggugurkan caleg PAN di satu dapil, Sumatera Barat. “Apa mereka tidak belajar dari kesalahan mereka dalam kasus PBB (Partai Bulan Bintang) dan PKPI (Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia)? Sekarang PAN yang dirugikan oleh KPU,” terangnya
Menurut Dradjad, dengan mencoret satu dapil, KPU telah menghilangkan hak politik mendasar, yaitu hak dipilih bagi tujuh caleg lainnya di Dapil Sumbar I. Padahal, itu adalah hak asasi dan hak konstitusional dari para caleg yang dihapuskan begitu saja oleh KPU. “Padahal, UU tidak mengatur sanksi yang menghilangkan hak asasi dan hak konstitusional warga negara. Di sinilah KPU kebablasan. Jika memang benar-benar caleg perempuan dari PAN tidak memenuhi syarat, kan semestinya dikomunikasikan terlebih dulu. Bukan langsung membumihanguskan satu dapil,” tegasnya.
Bahkan, kata Dradjad, jika partai benar-benar tidak sanggup mencari caleg perempuan yang memenuhi syarat, bisa saja parpol dihukum pengurangan jumlah caleg yang disesuaikan dengan jumlah caleg perempuan yang memenuhi syarat. “Jadi KPU tidak menghanguskan caleg perempuan yang memenuhi syarat,” ujarnya.
Kata Dradjad, dengan mencoret satu dapil, KPU justru kontraproduktif terhadap caleg perempuan yang memenuhi syarat. “Dalam kasus Sumbar I, ada dua caleg perempuan yang memenuhi syarat dan dihukum secara konyol,” imbuhnya.(gam/cea/abd)