PAMEKASAN – Sejumlah warga Desa Grujugan, Kecamatan Larangan Pamekasan meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pamekasan segera bertindak tegas untuk menghentikan aksi penambangan batu bata ilegal di desa tersebut.
Permintaan itu disampaikan, setelah salah satu gua yang menjadi lokasi penambangan batu bata tanpa izin di desa itu runtuh dan menyebabkan beberapa kawasan di daerah itu ambles dan mengakibatkan sedikitnya enam rumah warga rusak, salah satunya ambruk.
Kepala Dusun Pancor, Desa Grujugan, Buhari mengatakan aktifitas penambangan di Desa itu sangat meresahkan warga sekitar, karena khawatir kejadian serupa kembali terjadi di lokasi penambangan yang lain. Sebab, retakan tanah sudah mencapai 1 km dengan kedalaman sekitar 5 meter pada permukaan pusat galian batu bata.
Dia jelaskan aktifitas penambangan batu bata di daerah itu sudah berlangsung selama puluhan tahun secara terus menerus, sejak 1930.
Menurut Buhari, kejadian kali ini bukan yang pertama kali, karena kejadian serupa pernah terjadi pada 1978. Saat itu, warga terpaksa mengungsi dan aktifitas penambangan sempat terhenti. Namun beberapa tahun kemudian para penambang itu kembali menggali batu bata untuk dijual sebagai bahan bangunan. Oleh karenanya, ia meminta agar pemerintah setempat segera bertindak tegas untuk mengentikan aksi penambangan ini.
“Bagaimanapun caranya, aktivitas penambangan ini harus dihentikan, karena selama ini belum ada yang bisa menghentikan mereka, bahkan jumlahnya semakin bertambah,” katanya.
Sampai saat ini, jumlah penambang batu bata di daerah itu, mencapai 17 orang dan sebagian merupakan warga dari luar Desa Grujugan. Mereka mencari nafkah dari pekerjaan itu tanpa memperhatikan dampak yang ditimbulkan.
Kekhawatiran serupa juga dialami oleh sebagian warga Desa Larangan Luar, Kecamatan Larangan. Sebab, kubangan galian batu bawah tanah itu diperkirakan sudah mencapai desa tersebut. Sunairi, salah satu staf Kecamatan Larangan, Pamekasan membenarkan kekhawatiran warga itu.
Menurutnya, keresahan warga itu sangat beralasan, sebab galian batu bata di bawah tanah itu merembet ke desa lain di luar Desa Grujugan. Ia bersama beberapa warga setempat mengaku pernah menelusuri rongga galian bawah tanah itu, hingga radius sekitar 1 km ke arah timur.
Di rongga tanah itu, penambang tidak menggali keseluruhan batu bata, tetapi menyisakan beberapa titik sebagai tiang penyangga. Sehingga ia memperkirakan kawasan yang ambles itu, karena tiang penyangga itu tidak mampu menahan beban di atasnya.
“Beberapa tahun sebelumnya, saya bersama warga dan wartawan, pernah masuk ke dalam galian itu. Saat itu, saya hanya menempuh satu jalur ke arah timur yang mungkin sekarang ini sudah sampai perbatasan desa,” katanya.
Kepala Satpol PPb Pamekasan, Masrukin mengatakan pihaknya belum bisa menghentikan aktifitas penambangan batu bata itu, karena masih menunggu hasil invetigasi instansi terkait, untuk memastikan penyebab amblesnya daerah itu.
Tim investigasi itu juga masih menelusuri kelengkapan perizinan para penambang yang beraksi di daerah itu untuk mengetahui legalitas pekerjaannya. Setelah ada kepastian penyebab kejadian itu, pihaknya akan mengambil langkah tegas terhadap pihak pihak yang terbukti melanggar.
“Kami masih menunggu kajian instansi terkait, apakah memang karena dampak penambangan galian C, atau ada faktor lain yang mengakibatkan kejadian itu. Sebab bisa saja ada goa atau karena faktor lain. Tapi kalau memang karena dampak penambangan, tentu akan kami tutup nanti,” katanya.
Masrukin mengatakan penambangan batu bata tidak hanya ada di kawasan itu, tetapi ada beberapa lokasi lain di wilayah utara. Namun, Satpol PP seringkali dihadapkan pada posisi dilematis, karena penambangan itu berada di lahan pribadi warga yang menjadi sumber pencaharian untuk menafkahi keluarganya.
Meski demikian, pihaknya menekankan, agar para penambang itu mematuhi ketentuan peraturan daerah (Perda) yang berlaku, sehingga tidak mengakibatkan dampak lingkungan yang merugikan pihak lain.
Sebuah gua.yang menjadi lokasi penambangan batu di Desa Grujugan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, Jumat (21/6) runtuh.
Runtuhnya lokasi penambangan itu disertai dengan amblesnya tanah disekitar lokasi yang runtuh.
Akibat peristiwa itu, sebuah rumah yang lokasinya tidak jauh dari gua yang runtuh itu rusak parah dan lantainya serta dindingnya retak. Di beberapa titik, tanah areal pertanian menjadi miring dan mengancam permukiman penduduk di sekitarnya.
Selain itu terdapat rekahan tanah selebar setengah meter dengan kedalaman sekitar tiga meter. Panjang rekahan tanah diperkirakan mencapai 50 meter. Menurut warga sekitar, peristiwa itu terjadi pada Jumat pagi. Mereka mendengar suara gemuruh disertai bunyi mirip dentuman dari arah gua yang digunakan sebagai tempat penambangan. Bersamaan dengan itu, sebuah rumah milik Fathorrozi, warga setempat rusak parah. Bagian belakang rumah itu ambruk dan hampir seluruh kacanya pecah. Lantai dan dinding bangian dalam rumah itu merekah mengikuti rekahan tanah di bawahnya.
“Suara gemuruh itu disertai dengan angin dan lemparan batu. Lalu rumah kami seperti bergetar dan kaca-kacanya pecah berantakan,” kata Fathorrozi.
Tidak ada korban jiwa dalam musibah itu, karena pada saat kejadian, semua penghuni rumah sedang ada di halaman luar untuk sholat subuh. (uzi/muj/rah)