SAMPANG – Proses relokasi warga Syiah di Kabupaten Sampang, Kamis (20/6), tidak berlangsung kondusif. Sekalipun warga Syiah tetap direlokasi ke Sidoarjo dari Gor Tennis Indoor setempat, warga Syiah sempat melakukan perlawanan karena tidak mau direlokasi.
Pantauan Koran Madura, saat dievakuasi oleh Satpol PP dan anggota Tagana menuju kendaraan yang akan membawanya ke Sidoarjo, warga Syiah menangis dan berteriak menolak relokasi. Bahkan, sempat adu mulut dengan Satpol PP yang menggiring paksa ke dalam bus. Warga banyak yang memperlambat proses evakuasi.
“Saya tidak mau direlokasi dan saya ingin pulang ke rumah saja. Apakah seperti ini tindakan dari pemerintah,” teriaknya salah satu warga Syiah di depan Satpol PP yang sambil menggiringnya masuk bus mini. Satpol PP malah membalas dengan gertakan. “Cepatan naik, karena sudah mau berangkat,” jawabnya.
Ketegangan tersebut terjadi saat Iklil Al-Milal, salah satu imam Syiah yang juga pengungsi di Gor Tennis Indoor tiba-tiba pingsan saat didatangi perwakilan Bassra. Diduga kuat, saudara kandung Tajul Muluk itu shok lantaran mendapat tekanan untuk segera keluar dari Kabupaten Sampang. Melihat imamnya pingsan, para pengikutnya berteriak histeris dan sempat bersitegang dengan petugas medis yang hendak mengevakuasi Iklil ke RSUD Sampang.
Sekretaris Jenderal Ahlul Bait Indonesia (ABI) Ahmad Hidayat mengaku terpaksa warga Syiah pindah karena dipaksa. “Sebetulnya kami tidak setuju dengan upaya relokasi tersebut dan memilih untuk bertahan di GOR Sampang, tapi apa daya kami menghadapi paksaan massa yang ribuan dan ratusan polisi yang mengusir kami,” ujarnya sebagaimana dikutip Islam Indonesia.
Kapolres Sampang AKBP Imran Siregar membenarkan, awalnya pengungsi sempat menolak dievakuasi. “Para pengungsi awalnya sempat menolak ketika mau dievakuasi dan kami juga harus melihat sikon untuk menenangkan perwakilan masa yang sempat emosi, dan alhamdulillah setelah kami tenangkan evakuasi bisa berjalan,” ujarnya.
Wakil Bupati Sampang Fadhilah Budiono mengatakan bahwa pemindahan warga Syiah dari lokasi pengungsian di Gedung Olahraga Wijaya Kusuma ke Puspa Agro Sidoarjo tanpa paksaan.
“Pemindahan ini sesuai dengan kesepakatan bersama antara pemerintah, DPRD dan Pemprov Jatim, serta perwakilan warga Syiah,” kata Fadhilah Budiono di Sampang, Kamis (20/6) malam.
Ia menjelaskan, warga Syiah yang pindah itu semuanya berjumlah 162 jiwa. Kebijakan untuk memindah pengungsi itu dilakukan karena sudah tidak memungkinkan lagi untuk dipulangkan ke kampung halamannya di Desa Karanggaram, Kecamatan Omben, dan Desa Bluuran, Kecamatan Karangpenang.
Di samping itu, jika penganut Syiah tetap pulang ke kampungnya, situasinya juga belum tentu aman, mengingat banyak warga yang menolak mereka untuk kembali lagi.
Sebelumnya sebagian warga Syiah mengaku, pihaknya terpaksa mengikuti keinginan Pemkab Sampang untuk pindah ke Sidoarja karena merasa tertekan. Sebab dalam rapat bersama antara pemkab, DPRD dan perwakilan ulama, semuanya mendesak agar warga Syiah sebaiknya pindah, atau memilih opsi kedua, yakni kembali kepada ajaran “ahlus sunnah wal jamaah”.
Dalam kondisi seperti itu dan mempertimbangkan jumlah massa yang saat itu berunjuk rasa, maka pengikut Syiah akhirnya memilih mengikuti opsi pertama, yakni pidah ke Sidoarjo.
Ricuh
Pada proses evakuasi sempat ricuh saat pengikut warga memasuki lokasi pengungsian pengikut Islam Syiah di Gedung Olahraga (GOR) Wijaya Kusuma, Sampang.
Para pengikut aliran Sunni ini berupaya memaksa masuk ke lokasi pengungsian warga Syiah dengan tujuan agar mereka secepatnya meninggalkan Kabupaten Sampang.
Upaya itu bersamaan dengan kedatangan sejumlah tokoh ulama Sunni ke lokasi pengungsian Syiah yang saat itu hendak menyampaikan hasil kesepakatan bersama antara Pemkab, DPRD Sampang dan Pemprov Jatim.
Saat itu, warga berupaya masuk ke halaman GOR dengan melompat pagar, namun segera dihalau petugas dari jajaran Polres Sampang dan Polda Jatim.
“Kami harap saudara-saudara sekalian jangan masuk, karena berdasarkan kesepakatan mereka memang hendak dipindah,” kata Wakapolres Sampang Kompol Alfian Nurrizal.
Saat itu juga ribuan pengikut aliran Sunni ini bergerak mundur, kembali ke tempat semua.
Para pengikut aliran Islam Sunni itu bergerak merangsek maju, karena sempat terpancing dengan pernyataan salah satu tokoh ulama yang menyebutkan bahwa hanya “ahlus sunnah waljamaah” yang merupakan aliran yang paling benar.
Polisi selanjutnya merapatkan barisan dengan menutup semua akses jalan menuju halaman GOR Wijaya Kusuma yang menjadi tempat kelompok Islam Syiah mengungsi.
Dijaga Ketat
Relokasi tersebut dijaga keamanan dengan dibantu dari Brimob Polda sebanyak 3 kompi dan dari satuan TNI sebanyak 5 kompi. Masing-masing 2 kompi dipersiapkan di kodim lama, sedangkan yang 3 kompi berada diperbatasan. Jumlah keamanan yang banyak karena malihat jumlah masa yang juga banyak sehingga bisa mengimbangi dari jumlah masa tersebut, selain di GOR 1 Kompi Brimob juga dipersiapkan di Dusun Nangkernang Desa Karanggayam.
“Jumlah keamanan yang sudah kami siapkan dari 3 kompi brimob dan 5 kompi dari anggota TNI. Jumlah ini kami sesuaikan dengan jumlah masa yang juga banyak sehingga untuk menimalisir jatuhnya korban dan setelah kami melakukan koordinasi dengan beberapa pihak alhamdulillah tidak ada korban dan 1 kompi saya tempatkan di Dusun Nangkernnag,” ujarnya.
Sementara Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Drs Unggung Cahyono ketika dikonfirmasi mengatakan, pasukan yang dikerahkan untuk pengamanan sebanyak 1400 personel dari Polri dan TNI, karena khawatir akan terjadi bentrok sehingga didatangkan sesuai dengan jumlah masa.
“Karena kami khawatir akan terjadi bentrok dan lain-lainnya maka kami datangkan personil dari polri dan TNI sebanyak 1400 personil,” ucapnya. (ryan/jun/ant)