BANGKALAN – Adanya dugaan pengkaplingan tanah negara di pinggir pantai dan jual beli lahan kawasan pesisir laut membuat DPRD Bangkalan geram. Mereka berjanji akan segera memanggil pihak terkait agar permasalahan tersebut bisa dijelaskan dengan benar. Sebab atas kejadian tersebut telah membuat masyarakat Bangkalan resah.
”Kami akan memanggil pihak terkait, mengenai masalah dugaan pengkaplingan tanah negara di sepanjang pantai Sembilangan Kecamatan Socah dan Kecamatan Kota. Jangan sampai mafia tanah berkeliaran di Bangkalan,” kata Syafiuddin Asmoro, Ketua Komisi A DPRD Bangkalan, kemarin (14/7).
Dia menjelaskan seharusnya Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak gampang memberikan izin terkait surat tanah. Sebab, jika hal itu tidak prosedural tentunya itu melanggar hukum. Misalnya, hak garap dijadikan hak milik.
Pihaknya mengaku akan mengecek secara langsung terkait izin yang telah dikeluarkan pemerintah kabupaten. Sebab, selama ini pemerintah tidak pernah melakukan koordinasi dengan dewan mengenai hak izin ataupun hak kepemilikan yang dimaksud.
”Seperti apa keadaan sebenarnya mengenai pesesir pantai tersebut. Memang informasinya hak garap lahan telah dijadikan sertifikat hak milik (SHM). Padahal kan tanah negara,” katanya.
Menurutnya, kalau memang hak izin yang dipakai sudah benar, pihaknya mengaku akan mengklarifikasi hal itu dengan melibatkan komisi C juga.
”Kita akan memanggil SKPD yang bersangkutan untuk menyelesaikan kasus ini. Di antaranya, BPN, Bagian Aset dan Perlengkapan, Dinas Perizinan. Selain itu juga Dishubkominfo, Badan Lingkungan Hidup (BLH) terkait Amdalnya. Semuanya kita akan panggil dalam minggu ini,” terangnya.
Sebelumnya, belasan massa Front Mahasiswa Penyelamat Lahan Pantai (FM-Palapa) menggelar aksi unjuk rasa di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkalan, Jumat (12/7) lalu. Mereka mendesak BPN untuk menghentikan melakukan praktek pengkaplingan dan jual beli lahan kawasan pesisir laut.
Diduga hal itu hasil kongkalikong pihak BPN dengan mafia tanah di kawasan perairan Sembilangan Socah. Massa menilai di kawasan tersebut telah terjadi pengkaplingan lahan berupa laut hingga mencapai luas 18,08 hektar. Belum lagi, lahan kapling itu diperjualbelikan kepada pihak investor. Bahkan, sebagian telah menjadi sertifikat hak milik (SHM). Pada lahan pantai yang dimaksud, berdiri dua perusahaan galangan kapal yakni PT Adi Luhung dan PT Tri Warako.
Atas kejadian tersebut, massa pun menilai terindikasi melanggar UU RI No. 5 tahun 1960 tentang agraria, UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Alam Hayati, UU No 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bangkalan, Winarto menanggapi hal itu mengatakan bahwa yang dipertanyakan massa tersebut sertifikat PT. Tri Warako. Sedangkan, di dokumen tuntutan massa tersebut berbeda yakni seluas 18.08 hektar, dimana yang diajukan seluas 6 hektar dan yang dikeluarkan sertifikatnya seluas 1,6 hektar dengan status HG. Sisanya, dari yang diajukan belum diterbitkan karena tidak memenuhi syarat.
Pihaknya mengaku tidak pernah menerbitkan dan tidak pernah mengeluarkan pengkaplingan tanah-tanah itu. Bahkan, permohonan yang masuk belum ada terhadap pengkaplingan tanah-tanah yang ada di kawasan Kecamatan Socah itu.
”Kami hanya menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) atas PT Warako yang telah melengkapi semua persyaratan dan melalui prosedur yang ada,” jelasnya.(ori/dn/rah)