SUMENEP – Puluhan wartawan yang tergabung dalam Jurnalis Merah Putih (JMP) Sumenep, Kamis (18/7) pukul 2:00 dini hari, menggelar patrol sahur dengan keliling Kota setempat, dimulai dari rumah dinas. Dalam patrol tersebut para wartawan bersama komunitas seni budaya lokal harimau jadi-jadian yang disebut “can macanan” dari daerah Kertasada, Kecamatan Kalianget.
Diiringi musik patrol tradisional beserta “can macanan” khas daerah Sumenep, rombongan berkeliling kota membangunkan warga untuk melaksanakan sahur. Patrol sahur yang sengaja diniatkan untuk melestarikan budaya yang sudah hampir punah itu ramai diikuti warga hingga akhirnya ditutup di rumdis.
Salah satu warga Pangarangan yang ikut iringan patrol, Samiuddin, mengatakan, sangat senang sebab musik tradisional maupun hiburan seperti ini sudah jarang dijumpai. “Patrol sahur macam begini akan mengingatkan kembali sebuah kesenian tradisi yang sudah hampir punah,” tuturnya.
Ketua Komunitas Seni Budaya Lokal “can cacanan” asal warga Desa Kertasada, Kecamatan Kalianget, Sahiruddin mengaku, sangat prihatin terhadap kondisi seni budaya lokal yang sudah nyaris punah. Banyaknya genre musik modern, menguburkan beberapa kesenian lokal termasuk seperti halnya patrol dan can macanan. “Saya prihatin sekali terhadap seni tradisi seperti patrol dan macanan akan terkikis habis,” ungkapnya.
Bersama komunitasnya, dia sudah menekuni kesenian patrol dengan menggunakan bambu petung asli selama 5 tahunan. Untuk menghasilkan efek bunyi yang dihasilkan benar-benar bagus, menurutnya, tidak sembarangan mencari bambu petung. “Karena semua alat yang kami gunakan jenisnya perkusi, maka saat mencari kami harus selektif,” imbuhnya.
Dia juga memaparkan, bahwa kebiasaan patrol tidak hanya diundang dalam acara patrol puasa, untuk hari-hari tertentu biasanya kelompoknya juga diundang mengisi acara mantenan, sunatan dan sejenisnya. “Tapi kalau bulan puasa kami setiap malam keliling kampung melakukan patrol sahur, karena dengan cara inilah musik tradisional ini tetap dikenal dan tidak mudah punah, walaupun sudah memasuki era modern,” jelasnya.
Keprihatinan itu juga muncul dari JMP Sumenep, untuk melakukan patrol sahur bersama, karena dengan perkembangan zaman pada saat ini sudah mulai mengikis budaya lokal sehingga banyak orang enggan untuk melestarikan. “Kami sangat prihatin karena budaya “can macanan” sudah nyaris punah di Sumenep, padahal pada zaman dulu hiburan ini diminati masyarakat,” kata lelaki yang akrab dipanggil SAL ini.
Tradisi memang perlu kita perhatikan dan lestarikan bersama-sama, karena jika musik tradisional ini tidak sering dikenalkan terhadap masyarakat maka tidak lama lagi akan punah, saat ini saja keberadaannya sudah memprihatinkan. Selain membangunkan warga untuk sahur, juga dapat menjaga keamanannya, karena ketika mendengar lantunan musik dan nyanyian nuansa islami warga banyak yang bangun dari tidurnya.
Selain itu, papar anggota Jurnalis Merah Putih (JMP), sangat senang bisa kerjasama dengan para pencinta budaya lokal. Karena kegiatan patrol sahur ini sebenarnya di samping membangunkan warga juga untuk mengangkat budaya lokal yang terkikis dengan kondisi perkembangan zaman semakin berkembang, agar nantinya tidak punah.
“Budaya lokal warisan nenek moyang kita ini memang perlu dilestarikan, sehingga tidak terkikis dengan perkembangan zaman yang semakin maju, sebab tradisi itu merupakan kebanggan masyarakat daerah ini yang perlu kita pertahankan kelestariannya,” paparnya, usai melakukan patrol sahur.
Dengan bekal musik tradisional, yang dimainkan oleh 25 orang, suara gendang,serta tong-tong terbuat dari bambu dapat membuat warga penasaran, sehingga ketika rumah yang dilewatinya pasti pemiliknya keluar rumah dan menonton aneka hiburan yang serba tradisional itu. Kemudian dihibur juga dengan dua ondel-ondel, dua harimau jadi-jadian, serta aneka hiburan peninggalan nenek moyang. Usai berkeliling kota para pencinta budaya lokal memainkan musiknya di depan rumah dinas Bupati setempat.
Sementara itu Bupati Sumenep, A Busyro Karim, mengaku senang dengan adanya patrol sahur untuk membangunkan masyarakat yang sedang menjalankan ibadah puasa agar segera bersahur, apalagi dengan menggunakan budaya lokal yang sudah hampir punah, sehingga dengan itu budaya itu dapat dikenal dan diingat kembali oleh masyarakat banyak.
“Ini merupakan perkembangan dari masa kemasa untuk membangunkan orang dengan musik tong-tong tradisional ini yang sudah berjalan cukup lama, namun sepertinya sudah terkikis dengan perkembang zaman. Jadi dengan kegiatan itu merupakan upaya untuk membangkitkan budaya yang sudah nyaris punah,” terangnya. (athink/mk)