JAKARTA – Stabilisasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) menjadi langkah jangka pendek yang paling ideal untuk menghindari berlanjutnya kenaikan harga kedelai. Pasalnya, saat ini pemenuhan kebutuhan kedelai di dalam negeri dilakukan melalui impor, padahal beberapa waktu terakhir volatilitas rupiah berada dalam tren melemah.
Pernyataan tersebut seperti diutarakan Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan di Kawasan Silang Monumen Nasional (Monas) Jakarta, Minggu (1/9). “Kenaikan harga kedelai karena kita masih banyak tergantung pada impor, sedangkan produksi di dalam negeri sedikit. Dalam jangka pendek, harus ada stabilisasi nilai tukar,” papar Gita.
Gita menjelaskan, kenaikan harga kedelai pada Agustus lalu lebih disebabkan oleh melemahnya nilai tukar rupiah. Dia memastikan, kenaikan harga tersebut bukan dipengaruhi oleh praktik kartel. “Kita banyak tergantung pada impor, harga kedelai menjadi naik. Karena kita membayar impor tersebut dengan dolar,” ujarnya.
Dengan demikian, lanjut dia, gejolak nilai tukar rupiah yang cenderung melemah, secara otomatis meningkatkan harga jual di dalam negeri. Pada akhir pekan lalu, kata Gita, harga kedelai sudah mencapai Rp9.500 per kilogram atau jauh lebih tinggi dari harga normal yang senilai Rp7.000/kilogram.
Sementara itu, Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah yang memicu kenaikan harga kedelai disikapi oleh para perajin tahu dan tempe dengan berbagai cara. “Mereka ada yang melakukan penyesuaian harga jual tahu atau tempe. Ada juga yang mengubah ukurannya menjadi lebih kecil,” ucap Bayu di Kantor Mendag Jakarta, Minggu (1/9).
“Kenaikan harga kedelai memang dirasakan langsung oleh UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah). Para perajin tahu dan tempe yang paling terasa,” tutur Bayu.
Menurut Bayu, para perajin tahu dan tempe merupakan UMKM yang paling merasakan dampak buruk dari kenaikan harga kedelai. Lantaran, jelas dia, kenaikan harga dan mengubah ukuran barang dagangannya justru akan menurunkan jumlah konsumen. “Kondisi ini memang tidak mudah untuk dihadapi mereka,” imbuhnya.
Namun, terang Bayu, pihaknya akan terus mengupayakan ketersediaan pasokan kedelai, meski harga kedelai impor mengalami kenaikan yang signifikan. “Kami akan berusaha terus untuk memastikan bahwa kedelai ada. Karena, akan lebih menyulitkan jika harganya mahal, tetapi barang tidak ada,” kata Bayu.
Di tempat yang sama, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Srie Agustina mengatakan bahwa pelemahan nilai tukar rupiah menyebabkan harga kedelai di dalam negeri melonjak paling tajam jika dibandingkan dengan harga bawang putih yang juga merupakan komoditas impor.
“Langkah mengantisipasi kenaikan harga kedelai lebih tinggi daripada (mengantisipasi) kenaikan harga bawang putih,” ujar Srie di Kantor Mendag Jakarta, Minggu (1/9).
Dia menyebutkan, pentingnya mengantisipasi kenaikan harga kedelai, karena komoditas ini banyak digunakan oleh industri. Sedangkan, bawang putih hanya banyak dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Srie merincikan, setiap bulan pemerintah berusaha memenuhi kebutuhan kedelai di dalam negeri mencapai 200 ribu ton, sebanyak 130 ribu ton untuk kebutuhan industri dan sisanya untuk rumah tangga. “Lebih kurang 70 ribu ton untuk rumah tangga, sisanya 130 ribu itu perajin tahu tempe,” katanya.
Guna memenuhi kebutuhan kedelai dalam jangka pendek, jelas Srie, Kemendag memastikan bahwa pihaknya memiliki ketersediaan pasokan mencapai 35 ribu ton. Jumlah ini, jelas dia, untuk mengamankan konsumsi dalam negeri dalam kurun beberapa bulan ke depan.
Pada akhir pekan lalu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) meminta agar kementerian dan lembaga terkait untuk mengawasi secara ketat distribusi kedelai. Yudhoyono menekankan, panyaluran kedelai harus terhindar dari permainan kotor para spekulan yang dinilai akan menghambat distribusi.
Permintaan Presiden tersebut seperti disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa pada akhir pekan lalu di Jakarta. “Jangan sampai ada delay apa pun juga (pada distribusi kedelai). Jangan sampai ada distorsi,” kata Hatta menirukan permintaan SBY kepada kementerian dan lembaga terkait penyaluran kedelai. (bud)