SUMENEP – Walaupun sudah dilakukan sidang sebanyak 17 kali, kasus sengketa lahan seluas 1,5 hekate di Desa Pamolokan masih belum tuntas. Pasalnya, tergugat menduga Pengadilan Negeri (PN) Sumenep, mengabaikan dokumen negara. Sebab, Penggugat dikabulkan tuntutannya meskipun berdasarkan cerita khayalan tanpa dibuktikan secara tertulis.
Hari Kamis (26/09), pihak penggugat dan tergugat berserta pengadilan mendatangi lokasi tanah yang terletak di Desa Pamolokan, Kecamatan Kota. Kedua belah pihak, yang masih satu keluarga itu sama-sama mengklaim tanah warisan buyutnya milik mereka.
Kepala Desa Pamolokan, Rachmad Ariadi mengaku kecewa kepada pengadilan. Karena dengan cara mengabulkan tuntutan penggugat yang berdasarkan cerita fiktif, tidak berdasarkan hukum. Padahal sesuai leter C dan SPPT yang dikantongi tergugat, tanah yang disengketakan itu sesuai dengan nama tergugat.
“Kalau seperti ini kerja Pengadilan kan sama saja dengan mengabaikan dokumen negara. Sebab di leter C ini, yang tertulis hanya nama tergugat, yaitu Atmaning Sita, Desa Pamolokan. Bukan Abd. Mukti Atmaning Sita dari desa Kepanjin,” tukasnya.
Apabila pengadilan, katanya, tetap tidak mengakui kebenaran yang tertulis di leter C, sama saja pengadilan menerima pembenaran yang berdasarkan cerita bualan leluhur yang tidak dapat diverifikasi kebenarannya. “Menurut versi tergugat, ini tanah leluhur warisan raja Sumenep. Tapi raja yang mana, la wong nama pemiliknya tertulis disini,”jelasnya.
Kepala Pengadilan Negeri Sumenep, Eni Sri Rahayu, menjelaskan, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terlebih dahulu terhadap objek lahan yang disengketakan. Pihaknya hanya membuktikan materi gugatan, apakah sesuai dengan objek yang disengketakan. “Putusan persidangan ini nanti, karena persidangan baru akan digelar pekan depan,”ungkapnya. (Athink)