PAMEKASAN – Persatuan Perawat Nasional Indonesia Pamekasan, Jawa Timur, akhirnya memberi sanksi kepada Bustami, oknum perawat RSUD setempat setelah terbukti melakukan malapraktik hingga menyebabkan pasiennya lumpuh dan akhirnya meninggal dunia.
Ketua PPNI Pamekasan Cahyono mengatakan sanksi pencabutan izin praktik mandiri terhadap perawat Bustami itu dilakukan berdasarkan hasil penyidikan yang dilakukan oleh tim penyidik Polres Pamekasan.
“Jadi dasar pijakan organisasi memberi sanksi dengan mencabut izin praktiknya, berdasarkan penyidikan yang dilakukan polisi itu,” kata Cahyono menjelaskan.
Sebenarnya, kata Cahyono, perawat diperbolehkan membuka praktik mandiri di luar tugas dinasnya, dengan catatan praktik yang dimaksud sesuai dengan profesinya sebagai parawat.
Akan tetapi, praktik yang telah dilakukan Bustami, menyimpang dari profesinya sebagai perawat, bahkan yang bersangkutan membuka praktik medis layaknya dokter bedah, bahkan yang lebih fatal lagi, karena yang bersangkutan justru mengaku sebagai bedah.
“Kendatipun ia telah mendapatkan sanksi, akan tetapi organisasi tetap akan memberikan pendampingan di pengadilan nantinya apabila memang dibutuhkan. Kita kan secara hukum tetap menganut azas praduga tidak bersalah,” katanya menjelaskan.
Oknum perawat RSUD Pamekasan yang terbukti melakukan malapraktik itu bernama Bustami. Ia merupakan perawat di unit gawat darurat RSUD Pamekasan. Pelaku membuka prakti klinik ilegal di rumahnya dan yang bersangkutan mengaku sebagai dokter spesialis bedah.
Dugaan malapraktik itu terungkap, setelah keluarga korban melaporkan kepada polisi atas kasus yang menimpa pasien yang ditangani oknum perawat, namun mengaku dokter spesialis bedah itu. Sebelumnya, pasien berobat ke klinik milik oknum perawat bernama Bustami itu.
Kasus itu terjadi pada 2012. Saat itu korban bernama Sudeh (42) datang ke “Klinik Harapan” yang menjadi tempat praktik oknum itu di rumahnya di Desa/Kecamatan Pakong, Pamekasan.
Ketika itu, korban menderita pusing-pusing. Oleh oknum perawat itu disarankan agar dioperasi pembedahan, karena di bagian punggung korban ada benjolan yang diduga sebagai penyebab dari penyakit yang dideritanya.
“Saat itu kami bilang pada ‘si dokter’ tersebut, akan dirujuk ke rumah sakit di Pamekasan,” ujar saudara korban, Jumrah.
Akan tetapi, kata dia, Bustami justru minta agar tidak dioperasi di rumah sakit, sebab dirinya juga bisa melakukan tindakan medis dan dia sendiri merupakan dokter spesialis bedah.
Atas saran Bustami itu, pasien kemudian dioperasi oleh oknum perawat itu di klinik setempat. Akan tetapi, setelah operasi ternyata kondisi pasien tidak sembuh, bahkan pandangan mata kian buram, pendengaran terganggu, dan kemudian lumpuh.
“Kami lalu memeriksakan diri ke rumah sakit dr Soetomo di Surabaya, ternyata sarafnya putus akibat operasi yang dilakukan oleh Bustami itu,” ungkap Jumrah.
Kasus ini telah dilaporkan ke Mapolres Pamekasan dan polisi telah memeriksa sejumlah saksi terkait kasus itu, termasuk melakukan penggeledahan di tempat praktik Bustami di Desa Pakong, Kecamatan Pakong, Pamekasan. Selanjutnya pada akhir September 2013, polisi menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka dalam kasus itu.
Sementara, sejak kasus ini terungkap, Bustami sendiri tidak bersedia dikonfirmasi wartawan terkait kasus malapraktik itu. Bahkan yang bersangkutan sempat menghilang dari rumahnya, sebelum akhirnya ditangkap petugas Polres Pamekasan. (ant/rah)