PAMEKASAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan mengagendakan pemanggilan sejumlah saksi dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pembebasan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) senilai Rp 3 miliar di Desa Bindang, Kecamatan Pasean, Pamekasan. Pemanggilan itu dilakukan untuk melengkapi keterangan yang dibutuhkan penyidik.
Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Pamekasan, Samiaji Zakariya mengatakan pemanggilan saksi-saksi ini diagendakan dalam waktu dekat. Pemanggilannya akan dilakukan secara bertahap terhadap beberap saksi, dilanjutkan dengan pemeriksaan tersangka.
“Sementara kita awali dari saksi-saksi dulu, baru tersangkanya kami panggil. Memang kami akui lambat, karena permasalahannya cukup rumit, sedang tenaga kami terbatas,” katanya.
Samiaji belum menyebutkan siapa saja saksi-saksi yang akan segera dipanggil untuk dimintai keterangan. Yang jelas kesaksian mereka sangat dibutuhkan penyidik untuk membuat perkara lebih terang.
Sebelumnya, Kejari Pamekasan sudah meminta keterangan beberapa saksi terdiri dari mantan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) A. Minol Muldjadi, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepala Desa (Kades) Bindang, mantan camat setempat, dan Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Bindang yang menjabat saat itu, Alm. Djamaluddin Karim.
Dalam dugaan tipikor ini, Kejari Pamekasan sudah menetapkan dua tersangka, salah satunya berinisial R, pemilik tanah. Sedangkan satu tersangka lainnya belum diungkap pihak Kejari.
Dugaan korupsi dalam proyek itu terjadi pada pembebasan lahan, bukan pada pekerjaan proyeknya. Sebab dalam penjualannya, luas dan harga lahan diduga dimark-up (digelembungkan).
Sebagai pembanding, Kejari Pamekasan sudah mengantongi data harga lahan di sekitar lokasi pada tahun terjadinya transaksi penjualan antara pemilik lahan dengan pemkab setempat. Data ini dijadikan salah satu referensi untuk mengetahui adanya permainan dalam pengadaan lahan itu.
Proyek pembangunan TPA senilai Rp 3 miliar ini menjadi perhatian Kejari Pamekasan, setelah sebelumnya sekelompok mahasiswa dan masyarakat yang tinggal di lokasi pembangunan TPA itu berunjuk rasa ke Kejari.
Selain memprotes karena pembangunan TPA itu tanpa persetujuan warga setempat, para pengunjuk rasa ini juga memrotes terbengkalainya pembangunan proyek itu, karena menduga terjadi penyimpangan. (uzi/muj/rah)