SUMENEP – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Kaukus Mahasiswa Sumekar (KMS) melakukan demonstrasi di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Sumenep, Kamis (23/1). Mereka mempertanyakan keberadaan PT Garam yang dinilai kurang memberikan manfaat.
Aktivis KMS merangsek menuju gedung Pemkab Sumenep sekitar pukul 10.00 dengan membawa berbagai poster berisi protes dan tuntutan. Aksi tersebut dijaga ketat petugas kepolisian.
Pantauan Koran Madura, lantaran tidak diperbolehkan masuk gedung, pengunjuk rasa menyampaikan orasinya dengan menduduki pagar pemkab. Mereka menuntut adanya realisasi dana kompensasi PT Garam. Pasalnya, perusahan berkewajiban memberikan dana kompensasi tersebut kepada masyarakat sekitar.
“Kita datang ke sini bukan untuk mengemis pada pemerintah. Tapi, kita datang untuk menuntut pemerintah terutama janji Sekda, terutama terkait dengan kerusakan lingkungan dimana Sekda berjanji akan membereskan saluran yang membuat lingkungan tersebut tercemar,” ujar korlap aksi Zainullah.
Mahasiswa juga mempersoalkan pembelian garam rakyat masih rendah. Padahal, harga pokok pembelian (HPP) sudah ditetapkan oleh pemerintah. Untuk KW 1 Rp 750 dan KW 2 Rp 550. Namun kenyataan pembelian garam rakyat masih dihargai di bawah HPP. “Kenapa kalau rakyat melanggar diancam dihukum, sementara jika orang berduit melanggar, pemerintah diam saj!” Kecam Zainul.
Selain itu, aktivis KMS juga memperosalkan ketidakjelasan peran pemerintah ketika berhadapan dengan perusahaan BUMN seperti PT Garam. Pemkab terkesan melempem melawan dominasi PT Garam. Padahal perusahaan itu sudah membuat lingkungan sekitar tercemar dan dana kompensasi tak pernah direalisasikan.
“Mestinya kontribusi BUMN itu pada masyarakat sekitar bisa dirasakan manfaatnya. Namun apa yang terjadi meski sudah puluhan tahun beroperasi PT Garam tidak pernah merealisasikan dana kompensasi berupa CSR, CD, TJSL, dan PKBL. Peran pemerintah dimana?” tanya korlap aksi tersebut.
Dia menuding pemerintah tidak serius untuk memperjuangkan warga yang terkena dampak akibat beroiperasinya PT Garam tersebut. Pasalnya terkait pemberian bantuan dana kompensasi oleh perusahaan BUMN itu sudah diatur dalam pasal 74 UUPT dan pasal 2 ayat (1) huruf E Jo. pasal 88 ayat (1) UU BUMN. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah untuk takluk pada PT Garam. Ironisnya lagi, PT Garam belum memiliki Amdal (Anaslisi Mengenai Dampak Lingkungan) tapi terus saja beroperasi.
Setelah puas berorasi dan melalui mediasi dengan pemkab, akhirnya aktivis KMS diperbolehkan masuk ke kantor pemkab yang ditemui Asisten II bagian Ekonomi Pembangunan M Syahrial. Dalam audiensi itu, meski tidak dihadiri Sekda Hadi Soetarto. Pemkab setuju dengan tuntutan para pengujuk rasa soal realisasi dana Kompensasi.
Sayangnya ketika ditanya lebih jauh oleh KMS, Syahrial meminta untuk berjuang secara bersama-sama dan mengakui pemkab belum memiliki data soal CSR PT Garam karena tiak ada laporan secara resmi. Dia berdalih PT Garam merupakan bagian dari BUMN bukan aset milik daerah seperti ketika masih sebagai Perum Garam.
Menurutnya, kewenangan pemerintah hanya sebatas berkoordinasi dengan PT Garam dan hasil tuntutan masyarakat akan disampaikan pada Menteri BUMN. Pihaknya tidak bisa mengintervensi lebih jauh pada perusahaan BUMN tersebut.
Masih menurut dia, sebagian bagian perusahaan BUMN yang tersentral, PT Garam memiliki aturan hukum tersendiri. Sehingga jika pemkab memakasakan diri mengintervensi PT Garam untuk diberikan sanksi atas kelalainnya memenuhi tuntutan masyarakat. Bagi pemkab akan berbahaya lantaran akan berhadapan dengan hukum. “Saya sempat menyampaikan pada menteri BUMN jika PT garam tak bisa kerkoordinasi dengan Pemkab, mending kembalikan saja PT Garam menjadi asset daerah,” katanya.
Setelah usai mendesak pemerintah untuk memperjuangkan nasib mereka, KMS kemudian merangsek menuju gedung DPRD. Mereka lantas mendatangi ruang Komisi B yang membidangi persoalan ekonomi.
Dihadapan dewan, mereka kembali mepertanyakan realisasi dari janji PT Garam yang sudah melaksanakan bantuan dana CSR dengan menyekolahkan sedikitnya 6 siswa SD kurang mampu akan mendapatkan biasiswa dari PT Garam. Salah satu demonstran mempersoalkan relevansi penyaluran dana CSR dalam bentuk menggratiskan sekolah pada sedikitnya 2 siswa SD.
“Komitmen PT Garam menyalurkan CSR saya kira main-main. Apakah relevan hanya menggratiskan 6 siswa, sekolah dasar lagi. Padahal, alokasi dana CSR sekitar 2 persen dan 2 [persen lagi dari PKBL. Kemana anggaran itu? kalau Cuma sekolahkan 6 sisaw SD, masyarakat Desa Pinggir Papas dan Karang Anyar mampu lah untuk urusan itu. ini maunya PT Garam apa?” Tanya dia geram pada Komisi B.
Mendengar tuntutan mereka yang beragam itu, Ketua Komisi Bambang Prayogi sudah berupaya memperjuangkan bantuan dana kompensasi bagi masyarakat Pinggir Papas dan karang Anyar. Hanya saja ketika memasuki pada perbincangan serius, PT Garam yang diundang dewan justru mangkir dari undangan dewan.
Dewan sudah pernah menperjuangkan nasib warga sekitar PT Garam. Bahkan pihaknya sudah menyampaikan hal tersebut pada menteri BUMN. Nah persoalannya pada saat sudah memasuki babak-babak penting, lagi keseriusan untuk memperjuangkan hal tersebut lantas sebagian mulai loyo terutama bagi yang sejak mula mengawal itu.