BANGKALAN – Dikabulkannya pengujian Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) terkait pelaksanaan pemilu serentak pada 2019 dinilai berpengaruh terhadap pemilu tahun ini. Setidak-tidaknya berpotensi terjadi gugatan keabsahan hasil pemilu 2014. Itu bisa saja terjadi karena pelaksaan pemilu 2014 dianggap tidak memiliki landasan hukum (inkonstitusional).
Apalagi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki jeda panjang hingga lima tahun sebelum diterapkan. Padahal pada dasarnya keputusan MK berlaku sejak dibacakan. Namun untuk kali ini putusan tersebut baru bisa dilaksanakan pada 2019 mendatang. Sehingga legitimasi Pemilu 2014 dipertaruhkan, karena MK telah membatalkan dan menyatakan ketentuan yang terkait dengan Pemilu 2014 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
“Jika dilihat pada aspek hukum sangat jelas pelaksanaan pemilu 2014 inkonstitusional. Sebab MK sendiri yang membatalkan dan menyatakan demikian. Sehingga sangat berpotensi terdi gugatan dari berbagai pihak terkait keabsahan pemilu 2014 mendatang,” kata pakar hukum Universitas Trunojoyo Madura, Dr. M. Syafi, SH,MH.
Menurutnya, peristiwa semacam ini merupakan sejarah baru di dunia hukum. Sebab putusan baru bisa dilaksanakan dengan jeda waktu yang sangat panjang. Semestinya putusan itu diberlakukan sejak dibacakan. Tentunya hal ini sangat membingungkan, karena MK lebih mengedepankan aspek teknis dibandingkan aspek hukum itu sendiri. Seharusnya MK konsisten dan selalu berlandaskan konstitusi, namun kali ini membuat sebuah putusan yang bertentangan.
“Memang MK dalam hal ini mempertimbangkan aspek prosedural teknis. Akan tetapi, secara substansi ya tetap inkonstitusional,” jelasnya.
Kendati demikian, kata Syafi, apapun yang terjadi nanti akan tetap bermuara pada MK sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menangani perkara hasil pemilu. Menjadi berbeda apabila ada lembaga selain MK yang memiliki kewenangan. Jadi, peristiwa semacam ini bisa dijadikan sebuah kajian dimasa yang akan datang. Jangan sampai, ketentuan yang memiliki kekuatan hukum yang mengikat justru menjadi sebuah bola panas. Terlebih menyangkut ranah politik.
Sementara itu, KPUD Bangkalan sebagai lembaga penyelenggara pemilu menyatakan tidak ikut dalam hal perdebatan terkait putusan tersebut. Sebab KPUD hanya sebagai penyelenggara dari apa yang telah menjadi ketetapan secara hukum. Tidak ada kewenangan pada KPUD untuk menggugat apa yang menjadi kekhawatiran banyak pihak.
“Tugas kami kan penyelenggara pemilu, jadi kami tidak ikut dalam permasalahan perdebatan putusan MK. Saat ini kami fokus menyelenggarakan apa yang telah menjadi ketetapan secara hukum,” ujar Komisioner KPUD Bangkalan, Divisi Pendidikan Politik, Syaiful Ismail.(