SUMENEP – Kondisi bangunan Sekolah Dasar Negeri (SDN) Ketawang Laok, Kecamatan Guluk-Guluk, sangat memprihatinkan. Dari enam gedung kelas yang ada, yang bisa digunakan hanya tinggal tiga lokal. Sejak berdiri pada sekitar tahun 1980, sekolah itu hingga saat ini masih belum pernah direhab.
Plt Kepala SDN Ketawan Laok, Masyhuri, mengungkapkan, sudah lama tiga ruang kelas sekolah itu nyaris roboh. Atapnya bolong-bolong. Dindingnya mengelupas. Untuk menghindari kecelakaan, satu ruangan digunakan untuk dua kelas.
”Saya yakin dimanapun kelasnya jika siswa dua kelas dijadikan satu kelas proses belajar mengajar tidak akan maksimal. Namanya juga anak-anak dipastikan ramai. Misalnya tidak ramai, guru yang satunya pasti terganggu dengan penjelasan guru lainnya ketika ngajar,” kata Masyhuri.
Pihaknya mengaku hampir setiap tahun mengajukan dana rehab. Namun hingga saat ini belum menerima bantuan. ”Sejak berdirinya sekolah ini, yakni pada tahun 1980 silam, tidak pernah mendapatkan dana rehab, meski sudah tiap tahun kami ajukan,” terangnya.
Ia bercerita, pada tahun 2013, sekolah itu dikabarkan mendapat bantuan rehap. Namun sampai saat ini realisasinya nihil. ”Memang tahun lalu kami mendapat kabar segar dari salah satu pengawas, namun saya tidak mengerti kabar itu hilang bak dibawa angin,” ungkapnya.
Menurutnya, salah satu alasan dinas tidak mengucurkan bantuan rehab karena sekolah tersebut minim siswa. Tercatat sebanyak 33 siswa yang masih aktif, dengan rincian kelas I sebanyak 15 siswa, kelas II sebanyak 2 siswa, kelas III sebanyak 2 siswa, kelas IV sebanyak 2, kelas V sebanyak 5 siswa, dan kelas VI terdapat 7 siswa.
Kasek sekaligus guru agama itu berharap, pemerintah memperhatikan nasib sekolah tersebut. Sebab, lebih 50 persen siswanya merupakan anak yatim. “Ketika ada pengawas datang, siswa di sini kegirangan, karena mendapat santunan dari pengawas tersebut,” katanya.
Guru PNS yang mengajar di sekolah tersebut sebanyak dua orang, yakni guru agama dan penjaskes, dibantu guru sukwan (suka relawan, red) sebanyak 3 orang. “Meski tidak punya pegagang materi, kami selalu datang ke sini. Siapa lagi yang mau ngajar kalau bukan kami?” ucapnya.
Sementara guru Penjaskes, menurut Masyhuri, merangkap menjadi tenaga administrasi sekolah. Meski sibuk dengan urusan adminstrasi, guru Penjaskes tersebut tidak pernah melupakan tannggung jawabnya sebagai guru. “Di sini memang serba kekurangan. Semoga pemerintah mau memperhatikan,” harapnya.
Sementara Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep Fajar Santoso menjelaskan, dana rehab di ABPD sangat terbatas. Sehingga tidak semua sekolah yang mengajukan bisa mendapatkan dana rehab. “Karena dananya terbatas, maka tidak mencukupi untuk seluruh kabupaten Sumenep,” terangnya.
Ia menyarankan agar gedung yang masih bisa dipakai tersebut diberi pembatas. Sehingga aktivitas belajar mengajar di sekolah tersebut tetap normal.
Selain itu, pihak sekolah melalui UPT setempat atau pengawas untuk mendatangi dinas pendidikan melaporkan kondisi bangunan sekolah. “Laporan tersebut akan menjadi bahan dinas untuk mengambil kebijakan selanjutnya,” pungkasnya.