PAMEKASAN – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pamekasan mendukung penegak hukum untuk mengusut tuntas dugaan pemotongan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Pamekasan. Pernyataan ini disampaikan Suli Faris, Wakil Ketua DPRD Pamekasan.
Menurut Suli Faris, penegak hukum harus jemput bola tanpa menunggu laporan masyarakat, karena sudah jelas ada kekeliruan dalam pelaksanaannya. Apalagi masyarakat tidak tahu secara pasti persoalan hukum, apakah ini delik aduan atau bukan. Tapi karena kasus ini sudah mencuat di masyarakat, seperti ada demo dan semacamnya, penagak hukum harus mempelajari dan tidak perlu menunggu laporan.
Dugaan pemotongan dana BSPS itu, kata Suli Faris, merupakan bentuk pengkhianatan terhadap masyarakat yang tidak mampu. Sebab, program yang digulirkan oleh pemerintah pusat sudah sangat bagus sebagai bentuk kepedulian terhadap masyarakat yang masih menghuni rumah tidak layak huni (RTLH). Hanya saja dalam pelaksanaan di daerah terjadi masalah yang tidak bisa ditoleransi, karena menginjak hak asasi yang paling mendasar bagi penerima.
Dalam Peraturan Menteri Perumahan Rakyak (Permenpera nomor 6 tahun 2013) sudah sangat jelas diatur tentang kriteria penerima dan tanggung jawab pemerintah di masing-masing tingkatan hingga kelompok paling bawah. Hanya saja, aturan dimaksud diduga tidak dipatuhi sepenuhnya sehingga menimbulkan masalah, karena dinilai merugikan masyarakat.
Salah satu tanggung jawab pemerintah yang diatur dalam ketentuan tersebut, yaitu mengawasi terhadap pelaksanaan program BSPS. Namun yang terjadi di Pamekasan, pemerintah baru mengetahui setelah terjadi gejolak di masyarakat. Dari kondisi tersebut, ia menilai fungsi pengawasan oleh pemerintah setempat tidak berjalan maksimal.
“Pemotongan ini pemerintah harusnya lebih tahu. Ini kok malah masyarakat yang tahu lebih dulu. Pengawasnya kemana,” katanya.
Suli mengatakan dalam ketentuan BSPS, pengadaan bahan atau material yang bisa dilakukan oleh toko atau pihak ketiga adalah material yang merupakan hasil industri atau pabrikasi dengan ketentuan harga terendah dan ada serah terima yang didokumentasikan dengan foto. Sedangkan yang terjadi di Pamekasan, semua bahan termasuk pasir dan bata juga dikirim oleh penyedia bahan. Padahal material yang non pabrikan itu bisa dibeli langsung oleh masyarakat.
Seialin itu, informasi yang diterima DPRD, penyerahan material di Pamekasan tidak seluruhnya dilakukan serah terima langsung dengan penerima bantuan BSPS. Sebab material itu sebagian dikirim saat penghuni sedang keluar rumah, bahkan barang yang dikirim sebagian tidak dibutuhkan oleh masyarakat.
Selanjutnya, pihaknya akan meminta komisi terkait untuk menyelidiki dan mempelajari dugaan pemotongan tersebut, karena hal semacam ini diduga tidak hanya di Kelurahan Kowel tapi beberapa daerah lain juga terjadi. Hanya saja, reaksi masyarakat tidak seperti di Kelurahan Kowel, yang langsung mendatangi kantor kelurahan beramai-ramai.
Sebelumnya, pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Pamekasan sudah memberi atensi terhadap adanya dugaan pemotongan dana bantuan rehab rumah tidak layak huni (RTLH), yang bersumber dari Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera).
Hanya saja, atensi Kejari Pamekasan terhadap dugaan ini belum ditindaklanjuti dengan penyelidikan, karena masih banyak penanganan perkara yang antre. Perkara yang sudah masuk itu menjadi prioritas untuk didahulukan penanganannya. Sehingga dalam dugaan ini, Kejari Pamekasan masih akan melakukan kajian untuk menentukan langkah selanjutnya.
Kepala Kejari (Kajari) Pamekasan Sudiharto menjelaskan dalam penanganan perkara korupsi, pihaknya memang memperhatikan dari berbagai sumber, baik laporan masyarakat, pemberitaan di media massa, termasuk temuan BPKP.
“Perkara yang kami tangani atas dasar laporan masyarakat atau dari media massa yang juga menjadi bagian dari masyarakat. Bukan kami menolak, tetapi perkara yang sudah masuk lebih awal kami prioritaskan dulu,” katanya.