BANGKALAN – Aksi penolakan pelaksanaan Pilkada tidak langsung kian meluas di sejumlah daerah. Menunjukkan pPenolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Pilkada yang akan mengembalikan pemilikan kepala daerah ke parlemen semakin kuat.
Tak terkecuali di Kabupaten Bangkalan. Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) juga menggelar unjuk rasa di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah(DPRD) setempat, Selasa(16/9) sekitar pukuk 10.00 WIB kemarin.
Kedatangan mereka, tidak lain untuk menyatakan penolakan secara tegas tehadap RUU yang dinilai mengebiri hak dari rakyat untuk menentukan pemimpinnya. Dalam selebaran yang mereka tulis menyatakan, proses demokratisasi tidak boleh dirusak oleh segilintir orang, hanya karena ambisi dan syahwat politiknya tidak tercapai. Sebagain besar fraksi di DPR RI begitu ngotot agar pemilihan kepada daerah dikembalikan ke DPRD. Langkah ini merupakan sikap yang harus ditolak, karena telah memasung kepentingan rakyat atas kepentingan elit politik semata.
Dalam orasinya, kordinator aksi, Mukhlis Aliwafa mengatakan memilih pemimpin secara langsung, jujur dan adil merupakan hak konstitusional rakyat, yang harus dijaga dan dilindungi oleh negara. Jika RUU mengembalikan terhadap cara dan pola yang telah ditinggalkan sejak 10 tahun silam, maka secara otomatis prinsip kedaulatan rakyat telah dinodai dan amanat kosntitusi telah diingkari.
“Rakyat harus menentukan sendiri pemimpinnya, karena itulah hakekat demokrasi, dan sebagai wakil rakyat, dewan harus tegas menyatakan penolakan tegas terkait RUU Pilkada ini,” pekik Mukhlis dihapan anggota legislatif.
Pemilihan kepala daerah secara langsung menurut Muhklis, lebih menjamin terpenuhinya layanan publik dan pembangunan di daerah. Kalaupun yang khawatirkan masalah biaya, maka pelaksanaan pemilukada lebih efisien diselenggarakan melalu mekanisme serentak. Pemerintah dan DPR harus sadar bahwa politik uang adalah produk dari perilaku elit politik, buka keinginan dari masyarakat. Jadi apabila hal itu terjadi, jangan sampai rakyat yang menjadi korban.
“Pemilihan langsung dari rakyat saja masih rawan terjadi praktik kecurangan masif, apalagi pemilihan tidak langsung,” tegasnya.
Sementara itu, anggota DPRD Bangkalan, Drs H.Moh.Jamhuri dari fraksi PKB secara tegas menyatakan secara pribadi menolak RUU Pilkada tersebut. Namun, sayangnya tidak berani menolak atas nama institusi, dengan alasan perlu dibicarakan dan disikusikan dengan jajaran pimpinan.
“Pengesana RUU ini masih tanggal 25 September, jadi kita masih punya waktu beramasa-sama untuk berjuang agar pemilu tetap bedasarkan kedaulatan rakyat,” paparnya.
Selain itu, RKA. Bir Aly Cholilurrahman dari partai Nasdem menyampaikan, penolakan atas nama pribadi dan partai yang menjadi kendaraan politiknya di legislatif. RUU pilkada dinilai mencedrai falsafah demokrasi dan konstitusi. Pemilihan Tidak langsung akan melahirkan kapitalisme politik transaksional. “Kami sangat mendukung gerakan rakyat dan akan memperjuangkan rakyat di atas konstitusi,” tandasnya. DONI HERIYANTO/RAH