PAMEKASAN – Ketua Sementara DPRD Pamekasan, Halili yang digadang-gadang akan menjadi Ketua Definitif DPRD Pamekasan, mulai unjuk gigi. Dia berencana untuk memperketsat perizinan demonstrasi.
Rupanya selama ini, dalam keanggotaan dan menjadi Ketua DPRD pada periode sebelumnya (2009-2014), gerah dengan banyaknya aksi demonstrasi ke Kantor DPRD Pamekasan, di Jalan Kabupaten 107 itu. Bahkan dia mengatakan, jika aksi demonstrasi itu hanya mengganggu tugas anggota DPRD saja. Yang seharusnya bisa bekerja, justru terkendala dengan menghadapi para pendemo.
Untuk memuluskan rencananya itu, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan kepolisian Pamekasan agar jangan semua aksi demonstrasi ke Kantor DPRD diberikan izin. Kepolisian akan diminta harus selektif dalam memberikan izin demonstrasi tersebut, selain karena pertimbangan efektivitas, juga agar kinerja DPRD fokus pada tugas pokoknya. Sebab, selama ini tugas pokok DPRD acapkali diganggu oleh seringnya aksi demonstrasi itu.
Dia mengungkapkan, berdasarkan data di kepolisian, sepanjang 2013, terdapat 68 kegiatan demonstrasi yang dilakukan masyarakat. Jumlah ini sebenarnya berkurang dari tahun sebelumnya (2012), yang sepanjang tahun itu terdapat 86 aksi demonstarasi masyarakat. Seringnya demonstrasi masyarakat Pamekasan ini, adalah tertinggi di Jawa Timur (Jatim). Jika angka demonstrasi masyarakat yang tinggi, menurut Halili, kurang baik juga untuk citra daerah bersangkutan.
“Ya kalau yang demonstrasi itu massanya sedikit, mending kepolisian mengarahkan untuk audiensinya saja. Jadi tak selamanya semua aspirasi itu disampaikan lewat demonstrasi,” ungkapnya kemarin (21/9).
Meski demikian, terkait dengan masalah audiensi, Halili juga telah membuat aturan khusus. Yang mana aturan audiensi itu terkesan membelenggu masyarakat atau organisasi kemasyarakat, dalam melakukan audiensi ke DPRD. Yang mana salah satu aturannya yang mecolok yaitu, melarang kelompok masyarakat, mahasiswa, dan LSM, yang tidak memiliki izin akta notaris pendirian organisasi, untuk melakukan audiensi ke Kantor DPRD. Hal ini mendapat kecaman dari berbagai pihak, terutama para kalangan aktifis, dan dari anggota DPRD sendiri.
Salah satu yang mengecam adalah Ketua Cabang PMII Pamekasan Ahmad Qusyairi. Dengan adanya aturan itu maka organisasi yang dipimpinnya di Pamekasan ini, ke depan tak pernah bisa beraudiensi ke DPRD Pamekasan. Karena PMII Pamekasan tidak memiliki akta notaris pendirian. Sebab akta notaris pendirian organisasi bertaraf nasional ini ada di Jakarta, yaitu di Pengurus Besar (PB) PMII Nasional. Hal semacam ini juga terjadi untuk organisasi kemahasiswaan lainnya, seperti HMI, GMNI, dan semacamnya. Karena akta notaris pendiriannya ada di pengurus nasional. Termasuk juga organisasi kepemudaan seperti KNPI Pamekasan, Karang Taruna, yang kepengurusannya hingga pimpinan pusat, tak kan pernah bisa berdiskusi resmi dalam bentuk audiensi dengan DPRD, karena akta notaris pendirian tidak mereka pegang.
“Ini bentuk kesewenang-wenangan wakil rakyat, terutama Ketua DPRD Halili, terhadap rakyat yang diwakilinya,” ucapnya.
Kecaman dari dalam sendiri, disampaikan Anggota DPRD dari Fraksi PKB, Munaji Santoso. Menurutnya, aturan itu keluar bukan atas nama atau persetujuan dari 45 Anggota DPRD Pamekasan. Aturan itu dibuat oleh unsur pimpinan sementara sendiri, yaitu Ketua Sementara DPRD Halili, dan Wakil Ketua Sementara DPRD Moh. Hosnan, tanpa ditawarkan dulu ke seluruh Anggota DPRD lainnya sebelum dikeluarkan. Tiba-tiba aturan itu kini sudah keluar, sudah tertempel di meja lobi Kantor DPRD, dan ditandatangani Halili sendiri.
“Sekarang bagaimana jika yang akan beraudiensi itu para petani, para nelayan, para buruh. Mereka tak memiliki organisasi, bahkan tak mempunyai atau mungkin mereka tak pernah tahu apa itu akta notaris. Apakah mereka jika akan menyampaikan aspirasinya ke DPRD akan ditolak,” papar Munaji heran.
Terkait ini, tanggapan muncul dari Wakil Ketua Sementara DPRD Moh. Hosnan, yang mengatakan bahwa ketentuan aturan tersebut hanya berlaku bagi kelompok masyarat dan LSM yang mengatas namakan masyarakat, tetapi bagi masyarat biasa aturan tersebut tidak berlaku. Dijelaskan, untuk masyarakat yang sifatnya pribadi dan tidak mengatas namakan organisasi, peraturan itu tidak diberlakukan, dan DPRD tetap terbuka untuk masyarakat luas.
Aturan ini bertujuan untuk mendata masyarakat yang hendak beraudensi ke DPRD. Dan untuk mengetahui jika orang yang beraundensi itu benar-benar organisasi yang jelas, dan benar-benar mewakili rakyat. Jadi aturan ini bukan bermaksud membatasi diri dengan masyarakat Pamekasan. DPRD atau para wakil rakyat yang ada didalamnya tetap akan memfasilitasi seluruh keluhan masyarakat.
“Kalau LSM pasti mereka tercatat, ada semacam dokumen yang harus diisi. Kalau kelompok-kelompk mahasiswa seperti PMII, HMI, dan GMNI, kan itu sudah jelas ada. Untuk organisasi yang sudah jelas ini tidak masalah,” tukasnya. SUKMA FIRDAUS/UZI/RAH