SUMENEP – Program Keaksaraan Fungsional (KF) yang digulirkan Pemerintah Kabupaten Sumenep perlu dievaluasi. Sebab, program yang menelan biaya miliaran rupiah itu dinilai belum berhasil menekan tingginya angka buta aksara, bahkan hanya terkesan formalitas.
Pengentasan buta aksara ditarget selesai tahun depan, tapi hingga saat ini jumlah buta aksara masih cukup tinggi. Berdasarkan data terbaru yang dirilis oleh Dinas Pendidikan Sumenep, buta aksara di Sumenep pada tahun 2014 sebanyak 94.944 orang.
Angka buta aksara tahun 2014 lebih tinggi dibandingkan tahun 2013. Pada tahun lalu angka buta aksara 11.330 orang, 2012 sebanyak 111.124 orang, 2011 sebanyak 129.214 orang, dan 2010 sebanyak 134.540 orang.
Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Sumenep (DPKS), Firdaus menilai bahwa angka buta aksara yang masih tinggi telah menandakan program KF hanya formalitas belaka.
Penilaian itu ia logikan dengan program pendidikan dasar sembilan tahun yang dianggap berhasil. Menurut akal sehat, lanjutnya, jika pendidikan dasar untuk masyarakat dianggap berhasil, maka angka buta aksara secara otomatis akan semakin kecil.
“Nah, kenyataan berbanding terbalik. Pendidikan dasar dianggap berhasil, tapi angka buta aksara semakin meningkat. Ini jelas tak masuk akal,” katanya, Rabu (17/9) di kantornya. Ia heran dengan realitas tersebut.
Kemudian Firdaus memberikan gambaran soal sosio-kultural antara Sumenep dengan Papua. Menurutnya, wajar jika angka itu ada di Papua. Sebab, Papua termasuk salah satu daerah yang tergolong terbelakang.
Jika angka buta aksara di Sumenep lebih parah atau sama dengan di Papua, maka hal itu jelas sangat memalukan. “Seharusnya kita malu jika sampai separah itu. Berarti orang Sumenep bodoh-bodoh semua. Sekolah sangat banyak, tapi angka buta huruf masih tinggi,” kesalnya.
Firdaus juga menyebutkan, berdasarkan pengamatannya, selama ini angka buta aksara di Sumenep terkesan hanya mengikuti besar anggaran untuk program KF. Artinya, semakin tinggi anggaran untuk program KF, maka semakin tinggi pula angka buta aksara di Sumenep. “Akhirnya, semakin dituntaskan, angkanya semakin tinggi. Kan lucu,” ungkapnya sembari tidak mengerti.
Jika program KF tidak mampu menekan tingginya angka buta aksara di Sumenep, maka pemerintah perlu dievaluasi, bahkan kalau bisa program KF dihentikan. Karena kenyataannya, Firdaus menegaskan, meski ada program KF angka buta aksara masih tinggi.
“Jika pemerintah tidak ingin menghentikan program itu, pemerintah pusat harus memberi sanksi kepada kepala daerah yang gagal dalam mengentaskan buta aksara.Bukan malah diberi anggaran yang lebih besar lagi,” tegasnya.
Saat ditanya apakah ada indikasi mark up data jumlah buta aksara di Sumenep agar anggarannya semakin besar, Firdaus tidak langsung mengklaim. Namun berdasarkan analisa DPKS, ia hanya menilai ada yang tidak sinkron. Pasalnya angka buta aksara di Sumenep dinilainya tidak masuk akal. “Makanya, saya tidak percaya dengan data itu,” pungkasnya.
Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep A. Shadik membenarkan jika sampai saat ini buta aksara di Sumenep masih tergolong tinggi. Shadik berdalih, program yang diberikan Disdik tidak terserap dengan baik.
“Bagaimana bisa mencerna dengan baik, jika peserta didiknya sudah tua-tua, sehingga program kami tidak terserap dengan biak,” jelasnya. FATHOL ALIF/SYM