PAMEKASAN – Forum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Madura meminta Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan pemerintah empat kabupaten di Madura tidak mengkhiati hasil keputusan bersama dalam melaksanakan kerapan sapi tanpa kekerasan. Permintaan ini disampaikan menjelang perhelatan kerapan sapi piala presiden yang akan berlangsung dalam waktu dekat ini.
Ketua Forum MUI Madura KH. Ali Rahbini meminta agar penyelenggaraan kerapan sapi yang ada di Madura harus steril dari penyiksaan terhadap hewan. Penyelenggaraan kerapan sapi di Madura harus sesuai dengan kesepakatan bersama antara pemerintah dengan ulama yang ada di Madura.
Menurut Ali Rahbini, ketegasan pemerintah harus ditunjukkan apabila ada penyelenggaraan kerapan sapi yang masih menggunakan kekerasan (rekeng). Minimal sanksi tidak memberikan izin, apabila akan dilaksanakan kembali di daerah-daerah di Jawa Timur, khususnya di Madura.
Menurut Ali Rahbini, kekerasan terhadap hewan sangat dilarang dalam Islam. Karena itulah, Pemprov Jatim sudah berkomitmen untuk menghilangkan kekerasan dalam kerapan sapi tersebut.
Pria yang juga Ketua MUI Pamekasan ini mengaku secara kelembagaan akan bertemu Pemerintah Kabupaten Pamekasan untuk membicarakan pelaksanaan kerapan sapi di kabupaten ini yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat. Forum MUI Madura juga berencana akan melayangkan surat ke Pemrov Jatim.
Polemik pelaksanaan kerapan sapi hingga saat ini belum berakhir. Pemilik sapi karapan dan pemerintah tidak memiliki persepsi yang sama. Pemilik sapi karapan menginginkan tetap menggunakan rekeng, sedangkan pemerintah menolak kekerasan dalam karapan sapi karena mengandung penyiksaan.
Akademisi dan Kepala Pusat Informasi STAIN Pamekasan, Ali Humaidi berpendapat, jika aturan yang ada hanya bersifat instruksi, maka tidak ada konsekuensi hukum bagi pemilik sapi karapan yang melanggar. Jika dibuatkan perda, maka konsekuensi hukumnya jelas.
Ia menegaskan peserta karapan sapi tidak hanya dari satu kabupaten, tetapi empat kabupaten di Madura, meskipun puncak Karapan Sapi Piala Presiden digelar di Pamekasan. Karena itu, Gubernur Jawa Timur layak untuk segera merumuskan perda larangan kekerasan dalam karapan sapi.
Selain untuk memberikan aturan tegas tentang karapan sapi, perda tersebut juga bisa berfungsi untuk mempertahankan budaya karapan sapi yang sudah turun-temurun digelar oleh masyarakat Madura. Dalam perjalanannya, budaya karapan sapi sudah terjadi perubahan orientasi. Karapan sapi awalnya adalah pesta rakyat ketika sudah panen, tetapi sekarang sudah menjadi milik sebagian orang yang memiliki modal kuat dan menguasai karapan sapi. FAKIH AMYAL/UZI/RAH