SUMENEP – Ruji (33), warga Dusun Lebilla, Desa Bakeong, Kecamatan Guluk-Guluk, tewas tertimbun tanah saat menambang tanah di Dusun Basaba, Desa Payudan Nangger, Kecamatan Guluk-Guluk, Senin (29/9) sekitar pukul 7.30 Wib.
Informasinya, Ruji yang sehari-hari bekerja sebagai kuli angkut tanah, sekitar pukul 6.40 berangkat dari rumahnya bersama dua temannya, yakni sopir pikap dan satu teman yang biasa menjadi teman setiap hari saat bekerja.
Sekitar pukul 7.15, Ruji bersama temannya sampai di tempat kejadian perkara, yakni di Dusun Besabe Desa Payudan Nangger. Tidak lama kemudian, Ruji langsung bekerja sebagai mana biasanya dengan menggunakan alat tradisional, yakni cangkul.
Hanya saja setelah sekitar lima belas menit bekerja, tanah di atasnya yang digali tiba-tiba jatuh dan menimpa Ruji. Karena diduga tidak bisa menyelamatkan diri dan pernafasan Ruji tersumbat oleh tanah, hingg akhirnya meninggal dunia.
”Kejadiannya sangat singkat, paling lama sekitar 10 menit ada suara mobil masuk ke lokasi, lalu berapa menit kemudian sudah terdengar teriakan minta tolong,” kata warga sekitar lokasi kejadian, Moh. Syafik (45), kemarin.
Mendengar teriakan minta tolong dari lokasi galian, masyarakat sekitar langsung datang ke lokasi membawa alat seadanya. Dan setiba di lokasi, warga bergotong royong untuk menyingkirkan tanah yang menimbun tubuh korban. ”Karena kami hanya memakai alat seadanya, maka evakuasi korban sangat lama, hingga memakan waktu sekitar 30 menit,” terangnya.
Setelah korban berhasil dievakuasi, tubuh korban mengalami luka lebam disekujur tubuhnya, sehingga di beberapa bagian tubuhnya terlihat menghitam akibat terjangan tanah bercampur batu. ”Karenanya korban sudah tidak tidak terselamatkan, maka kami bersama sejumlah warga langsung membawa ke rumahnya untuk diserahkan kepada keluarganya,” tetrangnya.
Pantauan Koran Madura, setelah korban selesai dievakuasi, sejumlah Muspika Kecamatan Guluk-Guluk, tiba di TKP dan petugas kepolisan langsung memasang garis polisi di lokasi galian. Setelah itu, sejumlah muspika langsung menyambangi rumah duka untuk melakukan penyelidikan terkait motif terjadinya peristiwa tersebut.
Hanya saja, Kapolsek Guluk-Guluk AKP Rasyidi belum bisa memberikan keterangan terkait kejadian tersebut. Sebab saat dihubungi melalui telepon seluler, pihaknya sedang mengikuti rapat di Kecamatan Guluk-Guluk. ”Saya masih rapat di kecamatan ini,” katanya singkat.
Informasi lain mengatakan, aksi penambangan tersebut sudah berjalan kurang lebih tiga tahun. Hanya saja, walaupun diduga tidak mempunyai izin penambangan, pemerintah tidak melakukan penutupan.
Mungkin saja karena tanah yang dijadikan tempat penambangan itu merupakan milik pribadi salah satu warga setempat, yakni WF. WF biasa menjual tanah galian itu sekitar Rp 35 ribu per pikap (harga di tempat). Baru setelah sampai kepemilik angkutan ke konsumen dipatok dengan harga Rp 80-90 ribu per pikap.
”Memang kalau harga di tempat lebih murah daripada harga ke setiap konsumen. Sebab masih dihitung dengan biaya transportasinya,” kata Mulyadi (45), warga setempat.
Pihaknya meminta pemerintah ikut andil dalam persoalan tersebut. Jika perlu maka tempat galian tersebut agar dilakukan penutupan. Jika tidak ditutup, dikhawatirkan akan memakan korban kembali. ”Itu mungkin yang harus dilakukan, sehingga lokasi tersebut tidak dilakukan penambangan lagi,” harapnya. (JUNAEDI/MK)