PAMEKASAN – Terentas sebagai daerah tertinggal merupakan kabar yang menggembirakan bagi seluruh elemen masyarakat di Kabupaten Pamekasan. Namun melihat kenyataan di lapangan memunculkan sebuah pertanyaan: ’Benarkan Pamekasan terlepas sebagai daerah tertinggal?’
Pada saat Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmy Faishal Zaini berkunjung ke Pamekasan pada tanggal 11 Agutus 2014, Pamekasan masih sebagai daerah tertinggal. Penyataan itu disampaikan saat politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mendatangi Lembaga Pendidikan Islam (LPI) Bustanul Mubtadi’in, Dusun Tacempah, Desa Plakpak, Kecamatan Pagantenan, Pamekasan.
Namun, kemudian tanggal 29 September 2014, Pamekasan, sudah terbebas dengan mengacu pada penerbitan SK Nomor: 141/2014 tentang Penetapan Kabupaten/Daerah Tertinggal yang Terentaskan kepada Pamekasan dari Kementerian PDT.
Melihat waktu pernyataan menteri PDT dan terbitnya SK, Pamekasan terentas sebagai daerah tertinggal, yang tidak sampai dari 2 bulan itu, tentu akan membuat hati bertanya-tanya, karena predikat yang telah disematkan pada Kabupaten Pamekasan itu, terkesan cepat.
Penetapan Daerah dengan kategori tertinggal dan tidak tertinggal, didasarkan pada perhitungan 6 kriteria yang meliputi perekonomian masyarakat, Sumber Daya Manusia setempat, ketersediaan Infrastruktur (prasarana), Kapasitas yang dimiliki Daerah / kemampuan keuangan daerah, Aksesibilitas, dan Karakteristik Daerah.
Dalam rangka melaksanakan pembangunan di daerah tertinggal kementerian PDT bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) pusat untuk mendapatkan data-data yang akurat, terperinci, aktual, dan mudah diakses.
Sehingga, dengan kemajuan teknologi informasi, penyajian data statistik mengenai daerah tertinggal dikemas dalam suatu Sistem Informasi Statistik Pembangunan Daerah Tertinggal (SISPDT) yang terpadu, mudah, dan komprehensif. Untuk itu, dapat dipastikan Penerbitan SK tersebut diatas mengacu pada data-data yang dihasilkan BPS Pamekasan.
Namun, dengan kondisi Pamekasan saat ini, data-data yang dihasilkan BPS setempat, menimbulkan pertanyaan besar, seperti yang disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pamekasan, Munaji.
Menurutnya, jika dibandingkan dengan kenyataan di masyarakat yang masih terlihat sama seperti tahun-tahun sebelumnya, dengan perubahan status Kabupaten Pamekasan dari kategori tertinggal ke tidak tertinggal, yang menjadi pernyataan adalah sistem penilaian untuk Pamekasan itu.
“saya cukup terkejut, tiba-tiba Pamekasan naik status seperti itu, dari mana sumber penilaiannya, sebab saya perhatikan sepertinya IPM (indek pembangunan manusia) masih sama saja seperti sebelumnya, ini kabar yang membahagiakan sekaligus mengagetkan,” katanya.
Dikatakannya, semua pihak pastinya bangga dengan status Kabupaten Pamekasan saat ini, yang terlepas dari kabupaten tertinggal, namun dengan status tersebut jangan sampai membuat pemerintah setempat terbuai.
Sebab, dengan perningakatan status itu, tentu akan ada dampak yang harus diperhatikan oleh pemeritah setempat. Salah satunya adalah bantuan sosial (bansos) dari pemerintah pusat yang bisa sedikit akan dikurangi.
“bansos ini yang rawan memicu persoalan, jadi mulai sekarang, pemkab harus mulai mensosialisaiakn penigkatan status itu ke para kepala desa, sehingga nanti kalau ada pengurangan data penerima raskin, tidak ada desa yang menolak, karena sudah tahu dasar pengurangannya,” ungkapnya.
Dalam konfrensi pers beberapa waktu lalu, BUpati Pamekasan , Ach Syafii mengatakan dari 256 kabupaten/kota di Indonesia, yang dinyatakan masih tertinggal, sebanyak 70 kabupaten sudah dinyatakan bebas termasuk Kabupaten Pamekasan yang menjadi satu-satunya wakil dari Jawa Timur.
Lanjut BUpati Syafii, dengan status tersebut, tidak lantas Pamekasan sudah tidak didera persoalan dan keterperukan di berbagai bidang. Karena itu, kekurangan dan masalah yang saat ini dihadapi Pamekasan akan dicarikan jalan keluar dan dibenahi bersama. Utamanya di bidang infrastruktur, pendidikan, ekonomi, kesehatan.
Untuk itu, langkah awal yang akan dilakukannya adalah menciptakan sistem birokrasi yang semakin solid, dengan mengadakan pertemuan rutin dengan seluruh satuan kerja perangkat daerah (SKPD), untuk membahas tentang isu-isu penting yang perlu segera ditangani atau diperbaiki.
Cara lainnya,tambah Bupati Syafii adalah memangkas anggaran yang sifatnya seremoni belaka atau tidak pro rakyat. ” Buat apa menghabiskan anggaran kalau tidak berdampak positif bagi rakyat. Saya mengajak semua jajaran birokrasi untuk terus bekerja lebih maksimal,” kata mantan anggota DPR RI ini. (ALI SYAHRONI/RAH)