PAMEKASAN – Perayaan budaya bertajuk “Semalam di Madura” yang diadakan Sabtu malam (18/10) menuai protes warga dan DPRD. Sebab perayaan itu diadakan tepat dilakukan di depan Masjid Jamik Asy-Syuhada Pamekasan, tepatnya di dalam Area Monumen Arek Lancor. Padahal acara tersebut identik dengan bersenang-senang dan hura-hura belaka. Bahkan yang dipentaskan di atas paggung besar itu adalah pementasan yang kurang etis dipentaskan di depan masjid. Seperti tarian-tarian, yang penarinya, terutama wanita, tidak memakai busana muslim, auratnya tidak tertutup sempurna.
Menurut sebagian masyarakat, hal ini bertolak belakang dengan semboyan Gerbang Salam, semboyan yang dibangga-banggakan untuk Pamekasan. Masyarakat tidak menolak acara budaya tersebut. Bahkan, acara itu sangat penting di zaman modern ini. Guna melestarikan budaya asli Madura. Sebab acara itu mementaskan budaya Madura, khususnya tari-tarian asli Madura, dari empat Kabupaten di Madura. Namun seyogyannya carilah lokasi lain untuk menggelar acara rutin tahunan tersebut. Bukan di depan masjid seperti kemarin.
Pagelaran Semalam di Madura ini diadakan rutin setiap tahun di Pamekasan. Pagelaran ini adalah rangkaian dari dua pegelaran rutin lainnya. Yaitu kontes Sapi Sonok dan Karapan Sapi piala Presiden. Semalam di Madura diadakan setelah kontes Sapi Sonok dan sebelum Karapan Sapi piala Presiden. Tahun ini kontes Sapi Sonok diadakan Sabtu siang (18/10), dilanjutkan Semalam di Madura Sabtu malamnya (18/10), dilanjutkan Karapan Sapi piala Presiden keesokan harinya.
Tidak hanya dari masyarakat, keluhan atau kritik juga muncul dari wakil rakyat. Seperti yang disampaikan Wakil Ketua DPRD Suli Faris. Dia menilai kurang tepat Pemkab menggelar acara tersebut di depan masjid. Sebab dikhawatirkan akan mempengaruhi dan mengganggu terhadap orang-orang yang mau bertaaruf ke Masjid Jamik tersebut. Selain itu dampak lainnya adalah bisa membuat macet seluruh kota. Sebab lokasi tersebut adalah pusat kota. Akan banyak masyarakat yang berkumpul di sana.
Seharusnya, acara yang bakal didatangi dan dipadati masyarakat itu jangan taruh di pusat kota. Taruh saja di pinggiran kota, atau daerah yang bukan akses utama lalu lintas masyarakat. Karena jika ditaruh di pusat kota, masyarakat yang mempunyai kepentingan lain, akan tertanggu lalu lintasnya.
“Dan benar kan, tadi malam (saat perayaan Semalam di Madura), pusat kota macet total. Banyak masyarakat yang mengeluh itu,” ungkap politisi PBB ini kemarin (19/10).
Suli menyarankan akan lebih baik jika acara itu digelar di lapangan pendopo saja, yang loksinya tepat berada di depan Pendopo Ronggosukowati Pamekasaan. Menurutnya, halaman pendopo juga cukup luas, bahkan sebenarnya lebih luas dari area Monumen Arek Lancor. Selain itu, dapat dihindari kemacetan di pusat kota. Kemacetan mungkin hanya fokus di sekitar pendopo saja. Yang terpenting tidak lagi dilakukan di depan Masjd Jamik.
Terkait adanya keluhan ini, Bupati Pamekasan Achmad Syafii mengatakan penetapan lokasi perayaan “Semalam di Madura” sebenarnya telah dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pihak Takmir Masjid Jamik. Tidak ada masalah, artinya pihak Takmir Masjid Jamik mengizinkan. Akhirnya perayaan tersebut diadakan di depan Masjid Jamik, dengan panggung didirikan di dekat Monumen Arek Lancor, dan pusat kegiatan diadakan didalam area Monumen Arek Lancor. Jadi tidak pas di depan Masjid Jamik.
“Dari awal, koordinasi dan komunikasi sudah dilakukan panitia dengan pihak takmir. Agar tidak mengganggu kegiatan Masjid Jamik maka pagelaran itu dilaksanakan setelah salat Isyak,” tukas Syafii.
SUKMA FIRDAUS/RAH