BANGKALAN – Tidak diterimanya permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) membuat sebagian aktivis yang bergerak di bidang kesehatan kecewa, karenadengan adanya sistem asuransi ini, rakyat diwajibkan untuk ikut serta dalam asuransi jika ingin mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal tersebut dinilai bertentangan dengan amanat undang-undang.
Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Timur menilai sistem asuransi yang demikian tidak sesuai dengan amanat Pasal 28H ayat (3) UUD 1945 yang mengatur bahwa jaminan sosial merupakan hak warga yang seharusnya diberikan negara. Perlakuan yang diberikan pun harus sama antar warga yang satu dengan lainnya.
“Tuntutan uji materi yang dilayangkan sejumlah buruh ditolak oleh MK. Sebab, sebagian pasal tidak menguntungkan masyarakat. Apalagi, itu tidak menguntungkan rakyat miskin,” kata Ketua Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Timur, Ardiansyah, kemarin (19/10).
Pasal-pasal yang dinilai tidak berpihak kepada masyarakat diantaranya, Pasal 1 angka 5, Pasal 14 ayat (2), pasal 17 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5), Pasal 19 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 30, Pasal 36, Pasal 40, dan Pasal 44 berkaitan mengenai penyelenggaraan jaminan sosial dengan menggunakan sistem asuransi. Dalam salah satu pasal disebutkan mengenai ancaman denda dan sanksi administrasi kepada masyarakat yang menjadi peserta dan bukan peserta BPJS Kesehatan.
“Kami prihatin dan kecewa, atas ditolaknya uji materi itu. Pasal-pasal itu tidak memihak kepada masyarakat kecil,” ungkapnya.
Selain itu, peserta BPJS Kesehatan yang menunggak iuran terancam denda 2 persen atas akumulasi keterlambatan setiap bulan. Kepada warga yang tidak terdaftar di BPJS, meraka juga terancam sanksi administrasi seperti sulit mengurus kartu tanda penduduk, kartu keluarga, paspor, dan lain sebagainya.
“Ini mulai diberlakukan sejak 1 Januari 2015. Itu tertuang dalam UU SJSN dan itulah yang kami nilai tidak berpihak kepada rakyat. Sebab, kesehatan merupakan hak warga indonesia,” terangnya.
Dia menjelaskan, setidaknya kesehatan masyarakat bisa disubsidi langsung oleh pemerintah. Dalam perhitungan minimal Rp 7 Triliun dari anggaran APBN yang dimiliki negara ini bisa digunanakan langsung ke masyarakat. Angka tersebut cukup kecil untuk memfasilitasi kesehatan rakyat, jika negara benar-benar serius.
Berdasarkan UU SJSN, maka lahirlah UU BPJS. Berdasarkan aturan tersebut masyarakat dibagi menjadi beberapa kelas, mulai dari peserta yang ditanggung negara, bayar sendiri, hingga pekerja. Untuk 2 peserta terakhir berdasarkan perintah UU, jika tidak terdaftar sebagai peserta BPJS akan dikenai sanksi.
“Itu yang tidak menguntungkan bagi masyarakat kecil. Masyarakat pun dibagi menjadi beberapa kelas, sehingga pelayanannya pun tidak sama,” paparnya. MOH RIDWAN/RAH