PROBOLINGGO – Adanya rencana Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia merubah pencairan dana BOS dari tunai ke bentuk barang, mendapat kritikan tajam dari berbagai kalangan madrasah swasta di wilayah Kabupaten Probolinggo. Kebijakan tersebut dinilai membunuh karakter madrasah dan perlu untuk ditinjau ulang.
Hal teresebut dikatakan oleh sekretaris Yayasan Albarisi Desa Laweyan Kabupaten Probolinggo, Misbahul Munir.
Menurutnya, adanya rencana merubah bantuan dana BOS kepada lembaga madrasah dibawah naungan kemenag sungguh sangat memberatkan.
“Madrasah swasta bisa menjalankan aktifitasnya hanya mengandalkan bantuan BOS,” terangnya kepada wartawan, Kamis (16/4).
Siswa yang menempuh ilmu di lembaga pendidikan madrasah, kata dia, merupakan golongan masyarakat miskin. Mereka memilih madrasah sebagai bentuk pijakan mencari ilmu, dengan alasan biaya pendidikannya bisa terjangkau
.
“Pihak sekiolah sangat terbantu dengan adanya kebijakan pemerintah mengenai dana BOS,” tandas Misbahul Munir.
Adanya peralihan bentuk bantuan BOS dari tunai menjadi pengajuan barang, lanjut Misbahul Munir, justru akan menjadi kendala besar terhadap manajemen madrasah. Karena dana BOS selain untuk kegiatan siswa juga digunakan untuk bisa memberikan tunjangan gaji kepada para relawan guru yang mengajarnya.
“Kalau tidak bisa dicairkan BOS dalam bentuk uang maka madrasah bisa sulit untuk mengembangkan pendidikan,” ucapnya.
Lain halnya Bahar, salah satu guru madrasah swasta mengatakan adanya dana BOS sekolah sangat terbantu. Sebab gaji guru swasta juga bisa diambilkan dari dana tersebut. Karena rata-rata siswa didiknya merupakan kalangan ekeonomi kelas menengah kebawah.
“Ini yang perlu dipahami oleh kementerian agama. Kalau bisa kebijakannya ditinjau kembali.Jika diteruskan akan menjadi problem bagi madrasah swasta,”paparnya.
(MAHFUD HIDAYATULLAH)