
SUMENEP – Hasil dari penambangan pasir ilegal yang masih marak terjadi di wilayah pantai utara (pantura) Kabupaten Sumenep ternyata tak dinikmati warga setempat. Ada orang lain dari luar Sumenep yang menikmatinya.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang Pecegahan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Sumenep, Hernawan, Rabu (22/4). Menurutnya, warga sekitar hanya berstatus sebagai korban pelaku. “Sebenarnya, yang banyak menikmati hasil dari penambangan pasir ilegal itu pengepul dari luar Sumenep,” ungkapnya.
Pengepul pasir dari luar Sumenep yang dimaksud adalah dari Pamekasan dan Sampang. Terkait jumlah pengepul atau pengusaha pasir yang biasa “memanfaatkan”, lelaki yang biasa disapa Iwan itu tak menyebutkan secara pasti. Namun, ia yakin pengepul itu tidak hanya satu atau dua orang saja.
“Kalau warga sekitar dapat hasil sedikit dari aktivitas penambangan pasir ilegal itu. Paling cuma antara Rp. 20 ribu sampai Rp. 30 per hari. Makanya, kami terkadang repot juga jika harus berhadapan dengan warga,” paparnya saat ditemui di kantornya.
Menurut dia, pihaknya tak bisa melakukan tindakan represif kepada pelaku penambang pasir ilegal. Pasalnya, ada instansi terkait yang memiliki kewenangan untuk melakukan tindakan. “Karena kami memang tak dibekali ‘pentungan’,” tukasnya.
Namun begitu, ia mengaku sudah melakukan berbagai upaya untuk menekan banyaknya penambangan pasir ilegal. Meskipun, beberapa upaya itu belum menunjukkan hasil memuaskan. Salah satunya menggalakkan sosialisasi kepada warga sekitar tentang dampak negatif penambangan pasir, seperti terjadinya abrasi.
Selain menggalakkan sosialisasi kepada warga, pada tahun 2014 lalu pihaknya juga sudah membuat patok di sepanjang pantura. Pembuatan patok itu dimaksudkan agar akses mobil penambang pasir tidak masuk. Hanya saja, lanjutnya, saat ini kondisi patok itu sudah banyak yang rusak.
Untuk memperbaiki patok-patok yang rusak tersebut, menurutnya, tak bisa langsung dilakukan. Pasalnya, anggaran pemeliharaan patok tersebut tidak ada. Tak hanya itu, tahun ini anggaran pembuatan patok baru sebagai ganti patok yang sudah rusak tersebut tak ada di Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Sumenep.
Menyiasati hal itu, pihak-nya bermaksud membentuk kader peduli lingkungan, khususnya di wilayah pantura. Kader peduli lingkungan itu nantinya akan diberi tugas untuk selalu melakukan sosialisasi-sosialisasi kepada warga.
Hanya saja, rencana tersebut sampai saat ini masih belum terealisasi. Untuk merea-lisasikannya, ia mengaku masih akan berkoordinasi dengan beberapa pihak terkait, misalnya camat dan kepala desa. “Masih akan dikoordinasikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Kasat Pol PP) Kabupaten Sumenep, Abd. Majid, selaku penegak peraturan daerah (perda) enggan dimintai komentarnya. Saat sejumlah awak media menyampaikan maksudnya untuk wawancara terkait masih maraknya penambangan pasir ilegal, ia memilih menghindar. “Persoalan itu sudah bukan kewenangan Satpol PP lagi,” ucapnya singkat.
(FATHOL ALIF)