PAMEKASAN – Setelah mendapat tugas untuk mengurusi pendapatan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Dinas Pendapatan (Dispenda) Kabupaten Pamekasan dinilai masih belum mampu memaksimalkan pendapatan Asli Daerah (PAD) dari PBB tersebut.
Hal itu disampaikan Ketua Komisi II Hosnan Ahmadi. Menurutnya, pendapatan PBB Kabupaten Pamekasan pada tahun 2014 lalu, hanya tertagih 70 persen dari seluruh Wajib Pajak (WP) PBB di Pamekasan.
Sejumlah kabupaten/kota lain sudah menggenjot peningkatan PAD dari sektor PBB. Namun, di Pamekasan masih jauh dari harapan, terbukti ada sekitar Rp 2 miliar yang tidak tertagih atau 30 persen dari wajib pajak. Akibatnya, PAD dari PBB tahun 2014 lalu hanya sebesar Rp 5,2 miliar dari target Rp7,4 miliar.
Selain itu, penarikan PBB masih dihitung dari bentuk objek pajak lama. Padahal, saat ini kondisi objek pajak sudah jauh berubah. Sebab, saat ini sudah banyak berdiri bangunan baru yang nilai pajaknya seharusnya lebih besar.
“Dispenda harus segara melakukan update objek pajak, agar PAD dari PBB bisa dimaksimalkan, karena kalau sudah terdapat bangunan besar, pajaknya bisa 10 kali lipat lebih tinggi dari objek pajak berupa lahan pertanian yang nilainya pajaknya hanya Rp20 sampai 30 ribu,” kata Hosnan.
Menanggapi hal itu, Kepala Dispenda Kabupaten Pamekasan, Agus Mulyadi mengatakan PBB yang tidak tertagih itu dari wilayah pedesaan. Karena sejumlah kendala yang terjadi dalam proses penagihan.
Data Dispenda Pamekasan, terdapat 460 ribu WP. Dengan kisaran 29 persen yang tidak melunasi PBB, diperkirakan jumlahnya mencapai 133 ribu WP, yang nilainya sekitar Rp 2 miliar. Padahal pembayaran PBB bisa melalui bank.
“Sebenarnya, pihak bank sudah membuka outlet pembayaran pajak di sejumlah kecamatan. Di antaranya Kecamatan Waru, Galis, Tlanakan, dan Pakong melalui kantor kasnya masing-masing, yang lebih dekat kepada wajib pajak,” kata Agus.
Salah satu kendalanya terdapat kebijakan kepala desa yang membebaskan PBB bagi warganya. Namun, kenyatannnya PBB tetap tidak dibayarkan. Selain itu, adanya perangkat desa yang enggan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) dari petugas pajak kepada WP.
Kasus lainnya, lanjut Agus, sebagian wajib pajak mengaku sudah melunasi PBB, namun perangkat desa yang tidak menyetorkan pajak tersebut. Ada juga WP yang tidak berada di tempat sehingga tidak bisa tertagih.
“Banyak kendala yang kami alami sehingga tidak tertagih semuanya. Memang di Pamekasan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak. Ada 29,8 persen dari seluruh WP PBB tidak membayar,” ungkapnya.
(ALI SYAHRONI/RAH)