
PAMEKASAN – PT. Nandia Karya rekanan pelaksana proyek tangkis laut senilai Rp 40 miliar di wilayah Pantura Pamekasan sampai saat ini tidak bertanggungjawab atas kerusakan pembangunan itu. Rekanan yang merupakan anak perusahaan BUMN ini tidak menepati janjinya untuk memperbaiki kerusakan tangkis laut di Desa Tlonto Rajeh Kecamatan Pasean dan Desa Tamberu Agung, Kecamatan Batumarmar.
Pantauan Koran Madura, kerusakan terparah terjadi di Desa Tlonto Rajeh. Dari tangkis laut yang dibangun sepanjang 300 meter saat ini tersisa sekitar 30 meter saja. Bahkan karung berisi tanah yang dijanjikan dapat membatu dalam jangka waktu tiga bulan sudah hilang ditelan ombak.
Dari kondisi ini, pemerintah pusat berencana akan membangun kembali tangkis laut itu melalui APBD-P senilai Rp 30,4 miliar. Rencananya, perbaikan tangkis laut akan menggunakan konstruksi berbeda dari sebelumnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Pamekasan, Achmad Syafiudin membenarkan hal itu. Menurutnya, berdasar hasil koordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas, perbaikan tangkis laut itu akan menggunakan balok beton bukan geotextile seperti pembangunan sebelumnya. Namun pihaknya belum mengetahui secara detail teknis pekerjaannya.
“Direncanakan akan ada penguatan terhadap tumpukan karung pasir geotextile dengan balok beton ukuran 1X2 meter di posisi yang berhadapan langsung dengan arus ombak. Apakah anggaran tersebut hanya untuk perbaikan atau ada tambahan volume dari sebelumnya, saya kurang tahu,” ujarnya.
Ahmad menyatakan akan mengawal rencana perbaikan ini agar kebutuhan masyarakat setempat segera terpenuhi, agar bisa terlindungi dari ancaman ombak. Mengenai kesanggupan rekanan untuk memperbaiki tangkis laut itu, pihaknya tidak bisa berkomentar karena menyangkut internal BBWS Brantas dengan pihak rekaanan.
Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR RI, Kholilurrahman meninjau langsung kerusakan tangkis laut ini sambil menemui tokoh masyarakat dan warga yang rumahnya rusak akibat diterjang ombak. Kholil menyayangkan atas hasil pekerjaan tangkis laut itu.
“Seharusnya pembangunannya merujuk kepada visibilty study agar efektif. Jika tidak ada kajian terlebih dahulu, maka hasilnya seperti yang dikeluhkan warga,” katanya.
Dia jelaskan, tangkis laut di Desa Tlonto Rajeh dan di Desa Tamberu jauh berbeda kondisi alamnya. Jika pekerjaannya disamakan, maka hasilnya berbeda. Seharunya volume pekerjaannya lebih besar di Tlonto Rajeh karena padat rumah penduduk dan kedalaman laut serta kerasnya hantaman ombak lebih besar.
“Saya lihat di Tamberu kurang bermanfaat karena lokasi pembangunannya banyak yang jauh dari rumah penduduk. Harusnya tangkis laut ini dibangun untuk keselamatan masyarakat. Sementara di Pasean padat rumah penduduk,” tandasnya.
(A. FAUZI M/RAH)