
PROBOLINGGO, koranmadura.com – Ketua Komisi D DPRD Kabupaten Probolinggo, Lukman Hakim, menilai perlu adanya perlindungan terhadap bangunan-bangunan tua. Tujuannya agar sejarah Kota Kraksaan tidak hilang seiring dengan berubah fungsi bangunan tua itu. “Ini penting dipertahankan untuk mengenang sejarah dan nilai-nilainya,” terangnya kepada wartawan, kemarin.
Menurutnya, bangunan-bangunan itu belum ditetapkan sebagai cagar budaya. Termasuk ada bangunan tua yang menjadi milik pribadi, bukan milik pemerintah. “Kalau milik pribadi, nilai jualnya sudah mahal sekarang. Kalau keburu dijual oleh pemiliknya, bisa-bisa berubah fungsi. Pemiliknya juga tidak mau mempertahankan, kalau pemerintah tidak punya solusi,” kata politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini.
Sebelum bicara bangunan milik pribadi, Politisi PKB Lukman menekankan agar bangunan yang benar-benar milik pemerintah, perlu segera ditetapkan sebagai cagar budaya. “Kalau itu milik pemerintah, wajib hukumnya dilindungi, jangan sampai berubah fungsi sebelum ditetapkan sebagai cagar budaya,” tegas Lukman Hakim.
Lukman Hakim menambahkan, kedepan Komisi D DPRD Kabupaten Probolinggo akan menggelar (rapat dengar pendapat (RDP) dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Probolinggo. “Kami anggap ini perlu karena biar bagaimanapun pemerintah harus ambil langkah,”imbuhnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Disbudpar Kabupaten Probolinggo, Anung Widiarto, mengatakan, sejauh ini pihaknya belum melakukan langkah serius untuk menetapkan bangunan-bangunan tua itu sebagai cagar budaya. Namun ia menyatakan akan mengkaji dalam waktu dekat. “Nanti kami rapatkan kembali,” katanya.
Bangunan tua yang akan dimasukan pada cagar budaya memang penting dilakukan. Hanya saja Disbudpar sendiri masih perlu waktu untuk memikirkan hal itu. Bangunan bersejarah harus dilestarikan dan dijaga bersama.
”Bangunan bersejarah merupakan bagian aset terpenting bagi sebuah negara ataupun daerah. Bangunan-bangunan tersebut mencerminkan jati diri dari daerah,”terang Anung Widiarto.
Harus Dilindungi Secara Hukum
Pesatnya pembangunan di Kota Kraksaan tidak perlu diragukan lagi. Terutama dari aspek infrastruktur. Tapi jangan lupa, ada sejumlah bangunan tua yang masih bertahan di tengah pesatnya perkembangan. Bangunan-bangunan tersebut sejauh ini belum ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemkab Probolinggo.
Jamharir (40) warga Desa Besuk Kecamatan Besuk mengatakan semestinya bangunan bersejarah harus dilestarikan dan dijaga bersama. Karena bangunan bersejarah adalah juga bagian aset terpenting bagi sebuah negara ataupun daerah. Bangunan-bangunan tersebut mencerminkan jati diri dari daerah tersebut.
“Jika Kabupaten Probolinggo sudah banyak kehilangan bangunan bersejarahnya, maka hilanglah sudah nilai historis dari kota itu sendiri,”katanya.
Pemerintah Kabupaten Probolinggo seharusnya segera turun tangan menghadapi masalah ini. “Kita hari ini adalah hasil dari sejarah kita di masa lalu. Jadi, jangan hancurkan sejarah anda,”ucap Jamharir.
Eksistensi bangunan bersejarah, kata Jamharir, bisa hilang bila pemerintah tidak bertindak tegas. Sebab izin yang dikeluarkan untuk mengganti warisan budaya itu tentu berasal dari pemerintah.
“Jadi di sini peran pemerintah sangat diharapkan dapat lebih selektif lagi untuk memberikan izin. Jangan sampai mengorbankan bangunan bersejarah yang sudah menjadi ikon maupun identitas Kabupaten Probolinggo,” sebutnya.
Senada dengan Eko Yulianto (45) warga Kelurahan Patokan Kecamatan Kraksaan Kabupaten Probolinggo, mengatakan sangat ironis bila bangunan bersejarah tidak dilestarikan dan mempertahankan keberadaannya tetap bisa menguntungkan. “Ayo Dinas Budaya dan Pariwisata dan pihak-pihak terkait mana peran aktifnya,”ujarnya.
Ia berharap bangunan bersejarah dilestarikan bisa jadi peningkat pendapatan pariwisata suatu daerah, dan meminta agar sebaiknya dipikir seribu kali jika mau menghilangkan bangunan sejarah di Kabupaten Probolinggo.
“Suka tidak suka, harus dilindungi secara hukum dan sangat diperlukan partisipasi masyarakat yang bangga dan merawat serta melestarikannya. Kalau tidak, sama saja dengan mengabaikan nilai-nilai sejarah dan identitas daerah itu sendiri. Untuk hal bangunan sejarah tua saja kita tidak perduli, bagaimana nantinya dengan kesenian dan budaya,”pinta Eko Yulianto.
(M. HISBULLAH HUDA)