BANGKALAN, koranmadura.com – Persoalan politik yang terjadi antara DPRD dengan Bupati Bangkalan semakin memanas. Bupati bakal dihadapkan pada hak interpelasi yang dilayangkan oleh dewan perwakilan rakyat setempat.
Bupati dinilai menyalahi aturan dan etika berpolitik. Dewan merasa dilecehkan oleh Bupati atas masalah pelantikan Komisi Informasi (KI) yang dinilai tak sesuai mekanisme beberapa waktu lalu. Kini, DPRD telah menyetujui hak interpelasi kepada Bupati RK Muh Makmun Ibnu Fuad. Meskipun ada sebagian anggota dewan tidak menyetujui atas langkah penggunaan hak interpelasi.
Jawaban atas hak interpelasi yang ditujukan kepada Bupati bakal dijadwalkan 23 Oktober mendatang. Dari 26 anggota dewan yang hadir dalam rapat paripurna sebanyak 18 orang lebih menyetujui adanya hak interpelasi. Permasalahan interplasi dan hak angket pernah menjadi isu yang paling santer di Bangkalan sehingga membuat massa Bupati Bangkalan turun ke jalan.
“Tentunya, jawaban Bupati tersebut akan diterima atau tidak oleh anggota dewan, kita tunggu saja nanti,” kata Wakil Ketua DPRD Bangkalan dari Fraksi PDIP, H Fatkhurrahman.
Dia menerangkan, usulan hak interpelasi akan terus menggelinding karena sudah disepakati melalui paripurna. Hak interpelasi hanya meminta penjelasan Bupati terkait pelantikan anggota KI yang tidak sesuai dengan hasil rekomendasi legislatif. Saat ini, dewan hanya menunggu jawaban dari Bupati. Seumpama pada tanggal yang telah disepakati Bupati tidak hadir, pihaknya mengancam akan menggunakan hak-hak dewan yang lain. Hal itu sebagai mekanisme aturan dalam berpolitik.
“Kita dalam bekerja ini diatur oleh mekanisme, kalau memang nanti tidak hadir, kita akan gunakan hak-hak dewan yang lain, seperti hak angket,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua Fraksi Gerindra Imron Rosyadi menilai, terkait polemik Komisi Informasi (KI) Bangkalan, pimpinan DPRD dalam suratnya yang dikirimkan ke Bupati hanya memberikan peringkat satu sampai sebelas bagi anggota KI. Sementara hasil pansus tersebut hanya bersifat rekomedasi. Jadi, Bupati sah melantik anggota KI meski tidak sesuai dengam hasil rekomendasi pansus.
“DPRD seharusnya tidak usah menggunakan hak interpelasi. Apabila ingin meminta penjelasan dari Bupati terkait pelantikan KI cukup di Komisi A yang membidangi pemerintahan,” ucapnya.
Apalagi dalam mekanisme pelaksanaan sidangnya, sejumlah anggota yang menolak usulan tersebut tidak diberi ruang untuk memberikan tanggapan. Padahal aturannya setelah pengusul hak interpelasi memberikan penjelasan, baru anggota yang lain dimintai tanggapan. Termasuk jika ada anggota yang menolak usulan tersebut. Baru kemudian dimintai persetujuan. Termasuk, jika terdapat salah satu anggota yang tidak menyetujui semestinya menggunakan mekanisme voting. Namun dalam sidang memutuskan sepihak dan langsung ketok palu menandakan persetujuannya.
(MOH RIDWAN/RAH)