PAMEKASAN, koranmadura.com – DPRD Kabupaten Pamekasan Madura menyarankan agar segera dibentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) di wilayah tersebut. KPAID sudah dianggap sangat penting karena kasus terhadap anak di bawah umur di daerah Pamekasan sudah semakin marak.
Pembentukan KPAID itu sudah menjadi amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. UU tersebut menyatakan di setiap daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota dapat membentuk Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID), kata Ketua Komisi DPRD Pamekasan, Ismail.
Menurutnya, dalam keputusan presiden (Keppres) Nomor 77 Tahun 2003 tentang KPAI, pasal 9 ayat (1) menyebutkan, apabila dipandang perlu dalam menunjang pelaksanaan tugasnya, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dapat membentuk perwakilan di daerah.
“Kata perwakilan dalam rumusan itu bukan merupakan perwakilan lembaga pusat di daerah, tetapi merupakan aspirasi dan prakarsa masyarakat daerah demi kepentingan terbaik bagi anak, makanya pemkab harus mulai berinisiatif membentuk Komisi anak ini,” kata Ismail.
Politisi Demokrat ini menegaskan, kendati pembentukan KPAID bukan merupakan kewajiban atau keharusan, menjadi kebutuhan daerah masing-masing. Dengan adanya kecenderungan peningkatan kasus terhadap anak di Pamekasan, sudah waktunya ada KPAID tersebut di bumi Gerbang Salam tersebut.
Dalam pembentukannya, harus melibatkan sejumlah elemen masyarakat, seperti unsur pemerintah, unsur tokoh agama/masyarakat, unsur organisasi-organisasi kemasyarakatan yang peduli terhadap perlindungan anak, dan unsur organisasi profesi.
“Masak kita kalah dengan kabupaten tetangga. Di Sumenep itu KPAID-nya sudah terbentuk sejak tahun 2008 lalu. Sekarang memang ada lembaga perlindungan perempuan dan anak milik pemkab. Tapi tidak fokus pada kasus anak. Makanya penanganannya terkesan masih lemah,” ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (BP2KB) Kabupaten Pamekasan, Abrori Rais menyatakan sejak Januari hingga Oktober 2015, jumlah kasus terhadap anak di Pamekasan meningkat sebesar 15 persen.
“Kalau jumlah pastinya kami lupa. Peningkatan ini menunjukkan adanya kesadaran hukum masyarakat lebih baik Sehingga berani melaporkan kasus yang menimpa anaknya, yang selama ini masih dianggap aib oleh keluarga,” kata Abrori.
Semua kasus pada anak yang dilaporkan ke BP2KB Pamekasan, sudah mendapat pendampingan dari petugas BP2KB, baik pendampingan hukum maupun pendampingan mental. Sebab rata-rata anak yang mempunyai masalah hukum jiwanya terguncang.
(ALI SYAHRONI/RAH)