Pilkada serentak 9 Desember 2015 sudah berlalu dengan lancar, dalam suasana tertib dan aman. Saat ini masyarakat`, terutama para pendukung pasangan calon kepala daerah yang bersaing dalam Pilkada, tentunya sangat menunggu siapa yang akan terpilih sebagai pemimpin baru baik sebagai bupati maupun sebagai walikota pada periode lima tahun ke depan.
Sebagaimana website hasil penghitungan suara Pilkada 2015, pengumuman resmi mengenai siapa pemenang Pilkada yang dilaksanakan secara serentak di 264 daerah, baru akan diumumkan pada Jumat, 18 Desember 2015. Artinya, masyarakat pun harus menunggu saminggu ke depan untuk memastikan siapa yang bakal menjadi Bupati dan Wali Kota untuk periode 2015-2019.
Bagi kita sebagai masyarakat, sebagai pemberi kepercayaan, sebagai pemilih dan sebagai pemberi mandat, itu semua sudah kita tunaikan. Persoalan tentang siapa yang akan terpilih atau calon yang kita pilih itu menang atau kalah maka hal itu persoalan lain yang harus kita sikapi dengan bijaksana. Sikap bijaksana itu sebagai wujud kesadaran bahwa siapapun yang mendapat kepercayaan terbanyak maka itulah yang terbaik bagi kita semua demi estafeta pembangunan daerah.
Bagi yang kalah atau tidak terpilih, disinilah kita akui sebagai sesuatu yang sulit disatu sisi. Hal ini bisa kita bayangkan lelah letih tak terbalas, seluruh energy yang sudah dikerahkan kandas begitu saja. Semua harapan dan cita-cita seakan sirna begitu saja. Dalam situasi demikain, adalah wajar sebuah pukulan yang diselimuti prustasi, jengkel, marah, nelangsa, dan sebagainya. Inilah apa yang disebut sebagai kondisi paradoksial yang sulit untuk tidak kita terima.
Di sinilah bagaimana para pendukung pasangan yang belum beruntung agar bersikap bijaksana dan berfikir positif. Terutama bagi calon yang tidak beruntung agar memberikan teladan kepada para pendukungnya untuk berlapang dada, legowo atas belum berhasilnya upaya yang ditempuh jauh-jauh hari untuk memenangkan perhelatan demokrasi yang telah selesai dilaksanakan.
Selama perhelatan dermokrasi berjalan kita menyaksikan betapa pergulatan intrik politik sangat tajam. Ibarat pertandingan kesebelasan sepak bola yang penuh lika-liku dilapangan sebelum kemudian merekalah yang berhak menjadi pemenang. Setelah pertandingan selesai dilaksanakan, pastinya ada pemenang dan yang kalah dan pada saat itulah persoalan dilapangan kita anggap selesai dan final, tidak perlu kita perdebatkan lagi. Yang muncul sebaiknya adalah sikap saling menghargai dan mengakui kehebatan lawan dengan penuh kebijaksanaan. Disinilah sikap suportivitas akan lebih memiliki manfaat yang lebih besar bagi semua pihak.
Begitupun dalam perheletan politik. Sikap suportifitas sangat diperlukan ketika ajang perhelatan politik usai dilaksanakan. Demi keberlangsungan kemaslahatan daerah. Hal ini diperlukan agar daerah tetap tumbuh dan berkembang menjadi poros peradaban lokal. Jika kita tidak dewasa dan kemudian daerah banyak diwarnai oleh pertempuran distruktif yang diakibatkan oleh perseteruan politik, maka dearah akan kehilangan kesempatan untuk melangkah lebih maju. Dan jika sudah begini, tentu akan mengancam estafeta pembangunan daerah yang tengah berlangsung. Impilkasi buruk dari hal ini adalah program perbaikan kesejahteraan rakyat daerah tentu akan mangkrak. Jika persoalan sampai pada tahap ini maka yang dirugikan tidak hanya pihak politik yang berseteru, tetapi kita semua akan rugi.
Demi menata kehidupan daerah yang lebih baik di masa mendatang, kita tahu bahwa tidak ada daerah maju dan berkembang dengan baik jika didalamnya penuh dibalut dengan pertikaian yang tinggi. Justru tenaga, waktu dan energy akan terbuang sia-sia hanya untuk pertikaian yang berkepanjangan karena setiap kelompok masih memegang teguh dengan egoisme sektoralnya. Hal ini juga berlaku bagi Negara-negara yang selalu diselimuti pertikaian akan rentan hancur dan menjadi target utama bagi pihak luar untuk mengeruk kekayaan ekonominya.
Di sinilah kita harus sadar terhadap dampak jangka panjang dari pertikaian politik yang hanya akan merampas hak setiap orang untuk tumbuh berkembang dan menata kehidupan lebih baik.
Pilkada harus kita pandang tidak hanya sebatas sebagai sarana pemenuhan perhelatan prosedur demokrasi. Tetapi lebih jauh bahwa demokrasi adalah jalan yang kita pilih dan kita yakini untuk mencapai cita-cita kesejahteraan bersama yang berkelanjutan untuk masa depan yang panjang.
Oleh sebab itu dermokrasi harus kita jadikan suprastruktur dan infratstruktur yang bisa dipercaya mengantarkan kita pada cita-cita kesejaheraan. Jika demokrsi telah berhasil sebagai kendaraan yang mampu mengantarkan kita pada kesejahteraan, itu berarti kita tidak salah pilih jalan dan kendaraan. Tetapi jika justru sebaliknya, tidak muncul kesejahteraan, maka demokrasi yang kita tempuh harus kita pikirkan ulang dan bahwa demokrasi yang kita puja puji harus ditinjau ulang.
Kita menyadari bahwa dalam tradisi politik daerah, sikap saling menghargai masih dirasa cukup rendah. Terkadang yang sering muncul justru sikap pertikaian atau saling mencurigai. Jika sikap ini terus berlangsung, sikap saling curiga dan saling membenci maka hal ini tentu menjadi benih-benih permusuhan.Hal ini tentu tidak baik bagi daerah. Dimana kondisi ini berpotensi menghambat pembangunan daerah dan juga menciderai hubungan sosial menjadi tidak harmonis.
Sekalipun kita tahu bahwa sepasng calon yang terpilih, dalam perspektif tertentu keduanya belum tentu sosok yang baik. Dilain sisi mereka juga tidak semuanya buruk. Oleh sebab itu hal yang lebih penting kita sebagai masyarakat adalah bagaimana mengawal keduanya dalam menjalankan program pembangunan dan kemajuan daerah. Kita harus fokus pada perhatian pada aspek kemajuan dan kesejahteraan daerah dari pada aspek politik. [*]
Oleh: Wahyudi
Pengurus Yayasan Wakaf Manba’ul ‘Ulum Cirebon, PB HMI, dan Mantan Direktur I PT. WF Indo.