Tertangkapnya artis di hotel berbintang lima beberapa waktu lalu menguak fenomena artis dalam praktik prostitusi online. Kendati belum terbukti menjadi pelaku, atau lain sebagainya, ini membuktikan bahwa prostitusi online masih marak terjadi. Hal ini semakin membuktikan bahwa praktik prostitusi semakin bermetamorfosa menjadi bisnis esek-esek yang dijajah secara gamblang dan terbuka. Maka, bisnis prostitusi seperti ini menjadi kewaspadaan bagi kita semua agar tidak terjebak menjadi pelaku.
Fenomena artis yang masuk ke perangkap prostitusi online bukanlah persoalan baru. Sejak ditangkapnya mucikarinya beberapa waktu lalu, banyak artis yang disinyalir menjadi pelanggannya. Ini artinya, bisnis prostitusi online bukan lagi bersandar kepada kebutuhan hidup. Namun sudah bermetamorfosis ke gaya hidup (life style). Gaya hidup yang sera glamor, memaksa para penjelajah dunia malam menghalalkan segala cara untuk mengumpulkan uang. Di kalangan pemburu kenikmatan duniawi yang notabene berkantong tebal, mungkin angka fantastis tidak menjadi persoalan untuk memuaskan hawa nafsunya.
Problem
Semakin modern, bisnis prostitusi online ini semakin digandrungi dan menjadi alternatif bagi masyarakat pemburu kenikmatan duniawi. Bisnis ini menjadi sebuah keniscayaan dalam rangka menjual kemolekan tubuhnya. Bisnis online ini tidak hanya bermukim di Kota-kota besar seperti di Jakarta, Surabaya, dan kota-kota besar lainnya. Namun juga telah menjalar ke kota-kota lain di luar Jawa. Hal ini menandakan bahwa prostitusi sudah menjadi perdagangan yang luas.
Bisnis prostitusi di internet memang tidak heboh seperti bisnis prostitusi di Dolly, pasar Kembang (Sarkem) dan bisnis-bisnis prostitusi lainnya yang tidak menggunakan internet. Bisnis jenis ini tidak memerlukan tempat dan lokasi khusus. Bisnis ini dilakukan dengan transaksi lewat dunia maya seperti twitter, dan BBM. Bisnis prostitusi berbasis internet juga terkesan ekslusif. Dikatakan ekslusif karena pelanggannya tergolong mewah yang terdiri dari menengah ke atas. Bisa jadi, mereka adalah kalangan berduit, pejabat, dan bahkan Mahasiswa.
Kota-kota besar memang menjadi problema tersendiri untuk bertahan hidup. Tuntutan biaya hidup yang semakin melambung memang menjadi sebuah alasan bagi masyarakat untuk mencari jalan untuk bertahan hidup. Untuk menutupi semua kebutuhan hidupnya, maka langkah instan pun dilakukan dengan menjual dirinya. Begitupun dengan artis. Seiring dengan meredupnya karir di layar kaca, maka tekanan hidup semakin menjadi persoalan. Bagi artis yang hanya mengandalkan acara di televisi, maka akan menjadi masalah apabila sudah tidak laku lagi di layar kaca.
Persoalan gaya hidup yang sudah terlanjur mewah, sementara pemasukan yang semakin menipis, membuat para artis berputar otak untuk mencari alternatif. Bagi artis yang tidak kuat imannya, jalan terakhir seperti menjual dirinya merupakan sebuah keniscayaan. Terlebih lagi, mereka bermodalkan tampang di layar kaca. Otomatis, harganya pun akan lebih tinggi daripada PSK lainnya.
Upaya Pencegahan
Bisnis prostitusi memang sangat menggiurkan bagi orang yang dangkal imannya. Bagaimana tidak. Dalam hitungan menit, pebisnis ini memperoleh pendapatan yang menggiurkan. Tanpa kerja keras dan peras keringat, bisnis ini menawarkan roda ekonomi yang cukup tinggi. Secara matematis, jika pekerja seks memperolah pelanggan 4 orang dalam 1 hari dengan bayaran 500 ribu, maka akan memperoleh 2 juta. Jika dikalikan dalam 1 bulan, maka akan memperoleh pendapatan kurang lebih 60 juta. Sebuah angka yang menggiurkan.
Lalu, bagaimana memutus mata rantai bisnis haram ini? Sekali lagi, jika masih ada permintaan dan penawaran, maka bisnis ini tidak akan mudah dihilangkan. Ibaratnya, bisnis ini bukan lagi ditengarai sebagai kebutuhan untuk bertahan hidup. Namun sudah berada dalam zona yang nyaman. Artinya, pelaku dan pembelinya sudah ketagihan, baik untuk mendapatkan uang maupun dalam memuaskan hawa nafsunya.
Selama ini, pemerintah selalu melakukan pemblokiran situs berbau pornografi guna memutus mata rantai prostitusi online. Namun, langkah tersebut tidak berjalan maksimal. Dan bahkan, langkah tersebut hanya bersifat reaktif yang tidak menghasilkan apa-apa. Pemblokiran semacam ini mudah disiasati oleh pebisnis online. Jika situs yang lama di blokir, tinggal membuat situs baru. Jika di blokir lagi, pebisnis akan membuat lagi. Begitupun seterusnya.
Oleh sebab itu, guna memutus mata rantai bisnis prostitusi tersebut, maka peran orang tua, masyarakat, dan pemerintah sangat dibutuhkan. Orang tua juga dibutuhkan perannya untuk mengawasi perkembangan dan gerak-gerik anak-anaknya. Jika semuanya itu dimaksimalkan, bukan tidak mungkin perilaku menyimpang seperti bisnis prostitusi akan dihilangkan.
Orangtua bisa memantau perkembangan anak. Misalnya apabila anak memiliki barang mewah yang tidak dibelikan orang tua, maka orang tuanya wajib bertanya dari mana barang tersebut. Selain itu, masyarakat juga dinantikan perannya guna memantau segala kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di lingkungan sekitar. Jika ada gejala yang tidak sesuai dengan lingkungan, maka masyarakat wajib memantau.
Hal yang lebih penting, pemerintah tidak hanya memberikan punishment kepada pelaku perempuan dan mucikarinya saja. Namun memberi hukuman kepada pembelinya. Selama ini, hukuman hanya berorientasi kepada penjajahnya saja. Sementara yang membeli masih belum tersentuh. Untuk itu, hukuman harus dilakukan kepada para pemburu nafsu birahi agar menimbulkan efek jera sehingga tidak lagi mencari kepuasan di luar nalar yang halal. [*]
Oleh: Aminuddin
Alumnus UIN Sunan Kalijaga dan Pegiat di Forum Kolumnis Muda Yogyakarta