SUMENEP | koranmadura.com – Nasib sial menimpa delapan anak buah kapal (ABK) asal Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. Mereka tak dibayar setelah bekerja selama tiga bulan di wilayah perairan Kangean. Bahkan, mereka ditelantarkan di Pulau Pagerungan, Kecamatan/Kepulauan Sapeken.
Depalan ABK itu ialah Rahmat, Warat, Wahyu, Yoga, Iqbal, Andi, Sukron, dan Agus Darmawan. Yoga dan Iqbal, berumur 15 dan 13 tahun. Mereka tiba di Pelabuhan Kalianget pada Senin (4/4).
Wahyu tak menyangka akan bekerja sampai di Kabupaten Sumenep. Awalnya, dia bersama teman-temannya diajak seseorang bernama Ucok, seorang makelar di Kecamatan Juwana, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.
Namun saat tiba di alun-alun Juwana, mereka dinaikkan lagi ke travel dan di bawah ke Kecamatan Dungkek, Sumenep. “Waktu di alun-alun Juwana, si Ucok tadi bilang kalau ternyata kapalnya di Dungkek, bukan di Juwana,” tuturnya.
Sesuai kesepakatan yang tertuang dalam kontrak kerja, Wahyu bersama teman-temannya dikontrak selama tiga bulan dengan sistem bagi hasil. Bagi hasil akan diberikan ketika masa kontrak habis dan mereka akan pulang. Namun, setelah tiga bulan bekerja, dia tak dibayar dan tak diperbolehkan pulang. Diminta bekerja selama satu bulan lagi.
Setelah kurang lebih satu minggu minta pulang kepada “juragannya”, mereka dibiarkan, tak dibayar. Bahkan, mereka diturunkan di Pulau Pagerungan hanya diberi bekal Rp. 100 ribu per ABK. Dari Pegerungan, dia bersama ABK lainnya harus menumpang kapal barang dengan membayar Rp.150 ribu.
“Meski harus bantu-bantu nurunin kayu tak masalah, yang penting nyampek dulu,” tukasnya kemarin.
Selama tiga bulan, mereka bekerja di KLM Putra Jaya. Menurut Wahyu, kapal penangkap ikan ini milik Masdawi, anggota Fraksi Demokrat DPRD Sumenep dari Daerah Pemilihan (Dapil) 5.
Masdawi membenarkan bahwa KLM Putra Jaya memang miliknya. Hanya saja, menurutnya, yang bertanggungjawab terhadap persoalan ABK juragan kapal, yaitu Daip orang Jawa Tengah. “Kalau kapalnya memang punya saya, tapi yang bertanggung jawab kepada ABK itu bukan saya, tapi juragannya,” tukasnya.
Termasuk sistem bagi hasilnya, dia mengaku tidak tahu. Selama ini, dia sebagai pemilik kapal tinggal terima dari juragan kapal. “Misalnya dapat sepuluh ribu, saya mendapat empat puluh lima persen, di sana mendapat lima puluh lima persen,” terangnya.
Sementara itu, Kabid Bantuan Sosial, Dinsos Sumenep, Didik Wahyudi mengatakan, hingga kemarin, mereka ditampung oleh Dinas Sosial untuk kemudian dipulangkan ke kampung halamannya.
Pihaknya akan memfasilitasi semua hal yang diperlukan, termasuk salah satunya biaya transportasi. “Nanti kita juga akan memberikan bekal kepada mereka. Tentunya akan disesuaikan dengan kemampuan kita,” tukasnya. (FATHOL ALIF/MK)