SAMPANG | koranmadura.com – Dua pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) yang ada di Kota Sampang berinisial H (17) dan BA (18) harus mengikuti Ujian Nasional (UN) tahun 2016 di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Sampang, Senin (4/4). Pasalnya, keduanya menjadi tahanan Polres setempat lantaran menjadi tersangka kasus pencurian.
Pantauan Koran Madura, dua pelajar tampak semangat mengikuti ujian. Dan tidak seperti peserta ujian pada umumnya yakni berseragam lengkap, kedua pelajar yang melaksanakan UN di salah satu ruangan rutan ini hanya mengenakan baju biasa dan bersarung lengkap dengan kopyah dan hanya mengenakan sandal.
Kepala Rutan Kelas II B Sampang Lindu Prabowo mengatakan, kedua pelajar tersebut merupakan tahanan titipan dari Polres setempat dengan kasus pencurian yang saat ini terancam dengan pasal 363 KUHP.
Meski berstatus tersangka, dua pelajar tersebut tetap mempunyai hak untuk mengikuti UN sebagaimana siswa lainnya, sehingga pihak Rutan menyediakan fasilitas tempat untuk pemenuhan hak mereka.
“Kedua pelajar itu statusnya masih tahanan tingkat penyidik kepolisian, kasusnya 363 (KUHP). Keduanya masih baru (dititipkan ke Rutan) sekitar pertengahan bulan Februari lalu,” ucapnya kepada awak media.
Sementara pengawas UN di Rutan Fauzi mengatakan, meski melaksanakan ujian di dalam Rutan, namun sejauh ini tidak ada kendala, termasuk lembar soal ujian dan jam pelaksaan ujian. “Semua lancar, tadi dimulai pukul 07.30 Wib sampai pukul 09.30 Wib. Untuk hari ini ada 2 mapel (mata pelajaran), yakni Bahasa Indonesia dan Kimia,” tuturnya.
Terpisah, Kabid Kurikulum dan Peningkatan Mutu Disidik Sampang Arif Budiansor mengatakan dua pelajar tersebut masih diikutkan pada UN reguler yang tercatat di salah satu SMA. Meski mengikuti di Rutan, nantinya pihak sekolah yang akan menentukan kelulusannya.
“Hasil UN kali ini bukan menjadi penentu kelulusan, jadi kedua pelajar itu tergantung pihak lembaga sekolah. Akan tetapi kelulusan dari siswa itu dilihat dari beberpa aspek yang dinilai,” terangnya.
Arif menjelaskan, penilaian aspek tersebut dinilai sejak awal mengikuti pembelajaran, yaitu sejak kelas I hingga kelas III dengan sistem akumulasi. Akan tetapi semuanya tergantung aturan dari pihak lembaga sekolah yang menerapkan.
“Otoritas kelulusan siswa itu berdasarkan aspek dan kriteria termasuk kriteria afektif, psikomotor dan kognitif. Sekali lagi lulus atau tidaknya siswa itu berdasarkan aturan yang diberlakukan di beberapa sekolah melalui hasil keputusan dewan guru,” tegasnya. (MUHLIS/LUM)