PAMEKASAN | koranmadura.com – Dengan alasan masih fokus dengan pengelolaan sampah di wilayah perkotaan, Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang (PU Cikatarung) Pamekasan tidak memperhatikan pengelolaan sampah di wilayah utara Pamekasan. Buktinya, lahan tempat pembuangan akhir (TPA) sampah di Desa Bindang, Kecamatan Pasean, Pamekasan, hingga saat ini dibiarkan mangrkak. Belum jelas kapan lahan seluas 3.234 meter per segi itu akan difungsikan.
Kepala Dinas PU Cikatarung Muharram mengatakan untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai tempat pembuangan sampah butuh anggaran yang cukup besar, yang tidak bisa hanya dengan mengandalkan APBD, untuk pembangunan prasarananya.
Untuk memfungsikan lahan tersebut sesuai peruntukannya perlu dibangun sejumlah fasilitas. Di antaranya kantor, armada pengangkut sampah, dan peralatan pengelolaan. Untuk memenuhi itu, pihaknya masih berupaya mendapatkan anggaran dari pemerintah Provinsi atau Pusat.
“Memang untuk sekarang ini fokus pengelolaan sampah yang kami lakukan, untuk daerah perkotaan. Makanya, fasilitas pengelolaan sampah di TPA Anggsana akan kami perbaiki, dengan anggaran yang kami dapat dari pusat. Tapi, kami juga sudah berupaya mencari anggaran untuk TPA Pasean namun belum dapat,” kata Muharram.
Untuk bisa benar-benar beroperasi, masih membutuhkan waktu yang panjang. Anggaran fasilitas yang diperlukan untuk bisa mengelola sampah diperkirakan mencapai Rp 50 miliar. Selain itu, di lokasi juga perlu dibentuk Unit Pelaksana Teknis (UPT) sebagai penanngung jawab TPA dan pengelolaannya.
Sementara TPA Angsanah, Kecamatan Palengan, Pemkab Pamekasan telah mendapatkan bantuan anggaran sebesar Rp 23 miliar dari pemerintah pusat untuk pengelolaan sampah dengan sistem sanitary renville. Namun, saat ini proyek tersebut masih proses lelang.
“Tapi kalau hanya untuk sekedar pemanfaatan minimal, yang penting bisa menampung sampah, cukup ada kantor dan armadanya. Hanya saja, pengelolaannya belum baik. Pastinya, TPA Pasean itu nantinya akan kami fungsikan, setelah semua kendalanya bisa kami atasi,” ungkapnya.
Catatan Koran Madura, dalam pengadaan lahan TPA pada 2009 lalu itu terjadi tindak pidana korupsi yang merugikan negara sebesar Rp 437 juta. Akibatnya, lahan tersebut dibiarkan hingga menunggu proses hukum selesai.
Kasus mark up dalam pengadaan lahannya tersebut sudah selesai diungkap. Dari 4 orang tersangka, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, sudah memutus bersalah 3 terdakwa dan memvonis bebas 1 terdakwa. (ALI SYAHRONI/RAH)