SUMENEP | koranmadura.com – Sampai saat ini rencana relokasi pedagang kaki lima (PKL) di seputar Taman Bunga tak kunjung terealisasi. Namun, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep memastikan relokasi segera dilakukan. Tak hanya PKL Taman Bunga (TB), PKL di tempat lain juga akan direlokasi.
Wakil Bupati Sumenep, Achmad Fauzi menegaskan, rencana merelokasi PKL Taman Bunga bagian dari upaya pemerintah menindaklanjuti aspirasi masyarakat, baik yang disampaikan oleh aktivis lingkungan atau mahasiswa yang menginginkan agar ruang tata hijau (RTH) diperluas.
Dalam waktu dekat, menurut dia, relokasi akan dilakukan. Rencana relokasi itu tak hanya menyasar PKL Taman Bunga, tapi PKL-PKL di tempat lain yang dinilai mengganggu ketertiban lalu lintas juga akan direlokasi. “Tak hanya PKL di Taman Bunga, PKL yang mengganggu ketertiban lalu lintas juga akan kita relokasi,” ungkapnya.
Fauzi menjelaskan, semangat Pemkab merelokasi PKL bukan hanya untuk memperluas RTH sesuai amanat UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang RTH dan Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perkotaan Nomor 3 Tahun 2014. Namun juga untuk ‘menyatukan’ PKL.
Sehingga, imbuhnya, jika masyarakat nantinya ingin membeli sesuatu, bisa langsung menuju satu tempat. Mengenai konsepnya, Pemkab akan melakukan studi banding, belajar kepada pemerintah Solo yang dinilai berhasil dalam hal melakukan relokasi PKL.
Mengenai tempatnya, para PKL itu akan direlokasi ke sekitar lapangan karapan sapi di Lapangan Giling sampai dengan sub terminal di daerah Bangkal. Sehingga, nantinya para PKL bisa bergabung dengan para penjual motor, jika di malam hari. “Jadi pembelinya akan tetap banyak,” paparnya.
Mengenai kabar bahwa PKL menolak untuk direlokasi, Fauzi menepis kabar tersebut. Dia mengklaim, tak ada PKL yang menolak untuk direlokasi dari Taman Bunga. “Tidak ada PKL yang nolak. Tidak ada yang keberatan. Yang keberatan ini wartawan,” tegasnya diikuti senyuman.
Selebihnya, dia juga menegaskan bahwa rencana relokasi PKL itu tak bisa diartikan sebagai penggusuran. Menurut pria yang juga mantan jurnalis itu, istilah penggusuran akan melahirkan kesan kurang enak. “Jadi tidak ada istilah penggusuran,” pungkasnya. (FATHOL ALIF/MK)