
SAMPANG | koranmadura.com – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI meninjau langsung peristiwa pasungisasi di Kabupaten Sampang, Kamis (19/5). Komisioner Komnas HAM RI turun langsung ke sejumlah daerah yang warganya masih ada yang dipasung, di antaranya Kelurahan Dalpenang, Kota Sampang dan Dusun Tengah, Desa Bunten Barat, Kecamatan Ketapang.
Koordinator Sub Komisi Pemantau dan Investigasi Komnas HAM RI Siane Indriani mengatakan, pihaknya ikut memperhatikan keinginan Pemerintah Provinsi Jawa Timur yang ingin bebas pasung.
Oleh karena itu, pihaknya ingin mengetahui proses pasungisasi yang terjadi di lapangan seperti halnya kasus pasung yang terjadi di Kabupaten Sampang. Sejauh ini masyarakat belum memahami betul bahwa penyakit ganguan jiwa bisa diobati tanpa pasung.
“Masih banyak yang belum paham kasus ini, banyak yang mempunyai stigma jika kasus ini merupakan kutukan, padahal itu tidak. Penyakit itu merupakan penyakit ganguan jiwa yang bisa disembuhkan,” paparnya dilokasi pemasungan warga Kelurahan Dalpenang, Kota Sampang, kepada awak media.
Menurutnya, pemasungan yang dilakukan oleh pihak keluarga justru tidak akan membuat penderita ganguan jiwa sembuh. Oleh karenan itu, pihaknya akan memberikan pemahaman-pemahaman mengenai penyakit tersebut.
“Selain ingin melihat pasungisasi, kami juga ingin memberikan pemahaman kepada pihak keluarga dan memberikan keyakinan jika penyakit itu bisa disembuhkan. Dan memang penyakit itu membutuhkan kesabaran yang penuh oleh pihak kelurga,” ucapnya.
Upaya tindak lanjut dan penyembuhan, lanjutnya, tidak lepas dari peran aktif pihak keluarga, masyarakat, dan pemerintah daerah. “Kita semua harus membantu, penyakit ini bukan aib dan kutukan. Makanya marilah kita bantu bersama-sama. Mereka (penderita gangguan jiwa) itu manusia bukan di-blow up seperti itu. Jika penangannya seperti itu, pasti tidak akan sembuh,” tegasnya.
Siane menjelaskan, dengan beberapa kasus pasung yang didatanginya dalam waktu dekat ini akan membuatkan surat rekomendasi kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi maupun pemerintah pusat untuk memberantas kasus pemasungan.
“Ternyata banyak juga di Sampang, makanya dalam waktu dekat ini kami akan membuat rekomendasi kepada pemerintah pusat agar Indonesia ini bebas pasung,” janjinya.
Suaibah (60), orang tua salah satu warga terpasung Sutrisno (35), mengatakan, Sutrisno dipasung kurang lebih selama 3 tahun lamanya. Itu lantran yang bersangkutan sering mengelurakan perkataan yang tidak mengenakkan sehingga pihak keluarga memutuskan untuk melakukan pemasungan karena dikhawatirkan menggangu kenyamanan masyarakat.
“Dia (Sutrisno) tidak ngamuk, cuma dia sering mengeluarkan kata-kata yang tidak mengenakan, makanya kami pasung karena karena khawatir menggangu kenyamanan masyarakat,” kata warga Jalan Panglima gang 1, Kelurahan Dalpenang, Kota Sampang itu, Rabu (19/5).
Ia menceritakan, Sutrisno diduga terkena gangguan mahluk halus yang menggagu kejiwaannya sehingga kondisi strisno mengalami perubahan. Sebelumnya, ketika mulai terlihat tanda-tanda perubahan mentalnya, Sutrisno kemudian dinikahkan hingga saat ini telah dikaruniai seorang anak yang diperkirakan berumur 5 tahun yang saat ini hidup dengan ibunya di Camplong.
“Sebelum menikah, dia memancing. Setiba di rumah, dia menggoreng hasil tangkapan ikannya, namun ketika digoreng, hanya ada satu ikan yang tidak kunjung masak, kemungkinan itu ikan penunggu yang menggagu kejiwaan anak-anak saya,” tuturnya. (MUHLIS/LUM)