SUMENEP, KORAN MADURA– Kredibilitas Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kabupaten Sumenep sebagai perpanjangan tangan dari LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) dipertanyakan oleh banyak kalangan. Lebih-lebih oleh Kaukus Mahasiswa Sumekar (KMS). Pasalnya, LPSE selalu main mata dengan pihak rekanan setiap tender proyek.
“Berdasarkan hasil investigasi serta analisa mendalam yang kami lakukan dalam proses tender, kami menemukan inidikasi bentuk kelalaian serta kecurangan yang dilakukan oleh POKJA ULP Kabupaten Sumenep. Buktinya, PT Trisna Karya yang sudah diblacklist oleh LKPP masih saja dibiarkan lolos,” kata Ahmad Zainullah, Ketua KMS, Kamis (26/05).
Pria yang akrab disapa Zen itu sangat menyesalkan adanya konspirasi dari proses tender tersebut. Ia menuding lantaran LPSE dan Pokja 7 masuk angin. Tidak mungkin kata Zen, sekelas LPSE dan Pokja 7 berani meloloskan kontraktor bermasalah dalam proses tender yang nilainya fantastis kalau tidak masuk angin.
“Saya yakin LPSE dan Pokja 7 sudah masuk angin. Sebab sudah tahu PT Trisna Karya adalah kontraktor bermasalah, masih saja diloloskan. Dibayar berapa sih, padahal keadilan itu lebih mahal dari segalanya,” katanya.
Zen pun mengancam melakukan aksi demo besar-besaran jika suara masyarakat tidak didengar. “Kami mohon Bupati dan Wakil Bupati tidak menutup mata atas masalah ini. Sebab hal ini berkaitan dengan rumah sakit yang sejak dulu banyak disoal. Jika tidak, jangan salahkan kami jika melakukan aksi besar-besaran. Masayarakat sudah siap bersama kami,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris LPSE, Ardiansyah saat dikonfirmasi oleh awal media membantah jika LPSE ikut terlibat dalam kongkolikong dalam proyek tender pembangunan RSUD. “Insya Allah tidak benar mas. Sebab kami sudah bekerja sesuai aturan dan prosedural,” jawabnya singkat.
Disinggung soal PT Trisna Karya yang sudah masuk keranjang sampah LKPP Pusat, ia menegakan bahwa blacklist itu berlaku dua tahun, setelah itu boleh menginkuti tender lagi. “Saya garis bawahi bahwa daftar hitam itu hanya berlaku dua tahun, setelah itu boleh mengikuti lagi. Soal rekam jejak itu urusan Pokja yang mencari tahu semuanya. Jika perusahaan pemenang tidak tercantum daftar hitam di LKPP, maka tidak ada masalah,” jelasnya dengan nada serius. (SOE, red.)