SUMENEP | koranmadura.com – Berdasarkan catatan data di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kabupaten Sumenep, hampir separuh atau 40 persen rumah kos-kosan tak mengantongi izin atau ilegal. Hanya saja, Pemkab Sumenep mengaku tak bisa langsung menutup begitu saja.
Kepala BPPT Kabupaten Sumenep, Abd. Majid mengungkapkan, jumlah rumah kos di lingkungan perkotaan seratus rumah kos. Dari jumlah tersebut, yang mengantongi izin hanya 60 rumah kos-kosan. “Sisanya belum berizin,” tukasnya, Rabu (15/6).
Hanya saja, mantan Kasatpol PP Sumenep itu tidak merilis secara detail semua lokasi rumah kos-kosan yang belum mengantongi izin tersebut. Minimal nama desanya.
Kendati begitu, pihaknya mengaku tak bisa langsung menutupnya sebagai bahan pelajaran kepada pemilik rumah kos yang enggan mengurus izin. Upaya pertama yang bisa dilakukan BPPT bersama dengan Satpol PP sebatas memberikan teguran sekaligus brosur dan form. Agar izinnya diproses.
“Upaya yang telah dilakukan kita bersama dengan Satpol PP, pemilik rumah kos tak berizin itu sudah kita berikan teguran. Sekaligus di saat bersamaan kita berikan brosur dan form-nya agar diisi untuk proses mengurus izin,” tukasnya.
Kepada rumah kos berizin namun melanggar peraturan demikian pula, BPPT tidak bisa langsung memberikan tindakan tegas. Menurut Majid, pihaknya tidak bisa serta merta mencabut izinnya. Dikatakan, pencabutan izin rumah kos-kosan yang melanggar peraturan juga harus sesuai SOP.
Majid tak memungkiri keberadaan rumah kos-kosan di Kabupaten Sumenep yang melanggar. Namun sejauh ini belum ada rumah kos-kosan yang sampai dicabut izinnya karena satu kali pelanggaran. Pelanggaran yang ditemukan sejauh ini tidak di tempat yang sama. Selalu di tempat berbeda.
“Tapi kalau misalnya ada rumah kos-kosan yang melanggar sebanyak tiga kali berturut-turut, dan sudah mendapat teguran satu, dua dan tiga sesuai SOP, pasti kita cabut izinnya. Tapi selama ini belum ada laporan dari Satpol PP, misalnya satu rumah kos-kosan melanggar berkali-kali” tegasnya.
Sebelumnya, salah seorang aktivis mahasiswa, Bisri menyayangkan sikap BPPT Sumenep karena tidak tegas dalam melakukan penataan dan penertiban perizinan. Seharusnya, rumah kos-kosan belum berizin ditindak.
“Sehingga tidak menjadi kebiasaan, membangun dulu, baru mengurus izin. Itupun kalau ketahuan,” tandasnya. (FATHOL ALIF/MK)