
PROBOLINGGO | koranmadura.com – Keragaman tradisi dan budaya sangatlah kaya. Salah satunya, muslim Aboge. Saat mayoritas muslim mulai menunaikan ibadah puasa, kelompok ini belum memulainya.
Keadaan ini terjadi karena muslim aboge memiliki metoda perhitungan sendiri. Walaupun, secara umum, tidak ada perbedaan dalam hal ibadah. Yakni puasa ramadan, tarawih dan shalat lima waktu. Hanya saja, yang sedikit berbeda adalah waktu dimulainya ibadah puasa.
“Tahun ini puasa dimulai pada Rabu wage (8/6). Tidak seperti awal puasa yang ditetapkan oleh pemerintah, yakni senin (6/6). Penetapan awal puasa ini, berdasarkan kitab mujarabat. Tiap tahun selalu begitu. Ini kami warisi dari kakek buyut,”ujar Mariye (64), salah satu pemuka agama muslim Aboge asal Desa Leces, Kecamatan Leces, Kabupaten Probolinggo, kepada wartawan, saat ditemui di kediamannya, Senin (6/6).
Mariye mengatakan, dalam kalender aboge ada delapan tahun yang terus berputar. Meliputi tahun alif, tahun ha’, tahun jim awal, tahun za’, tahun dal, tahun ba’, tahun wau dan tahun jim akhir.
“Puasa saat ini, masuk dalam tahun ketiga atau jim awal. Begitu masa delapan tahun berlalu, maka perhitungan akan kembali lagi ke tahun awal,”tandasnya.
Penganut muslim aboge, tidak hanya di kawasan leces saja. Tetapi tersebar di beberapa kecamatan se Kabupaten Probolinggo. Antara lain, berada di Kecamatan Dringu dan Bantaran.
“Kalau di Leces tidak terlalu banyak. Yang banyak itu di sekitar Desa Kramat Agung, Kecamatan Bantaran. Puluhan tahun, muslim aboge berbaur dan hidup berdampingan bersama masyarakat sekitar. Harmoni yang sangat indah, untuk terus dilestarikan,”papar Mariye. (M. HISBULLAH HUDA)