
SUMENEP | Koranmadura.com – Penanganan kasus dugaan sodomi terhadap enam anak oleh seorang ustaz di Desa/Kecamatan Pasongsongan awal 2016 lalu masih buram. Lembaga perlindungan saksi dan korban (LPSK) RI turun tangan, Kamis (4/8).
Wakil Ketua LPSK, Askari Razak menuturkan, pihaknya sengaja datang ke Kabupaten Sumenep untuk mendalami kasus tersebut. Kedangatannya menindaklanjuti permohonan yang disampaikan oleh Komisi III DPR RI setelah ada pengaduan dari salah satu orangtua korban beberapa waktu lalu.
Askari menjelaskan, ada empat alasan LPSK menindaklanjuti suatu kasus. Pertama dari pihak korban betul-betul bisa memberikan kesaksian; dua ada ancaman terhadap korban atau saksi; tiga ada rekomendasi dari pihak yang kompeten; dan keemapat rekam jejak pelaku.
“Kedatangan kita ke sini sesuai dengan tugas pokok LPSK. Kami datang ke sini menindaklanjuti permohonan dari Komisi III DPR RI, untuk turun langsung mendalami persoalan ini secara baik dan benar,” ujarnya, kemarin.
Pihaknya belum bisa memberikan kesimpulan dari persoalan yang terjadi. Sebab belum memiliki data yang lengkap. Sementara, pihaknya baru mendapat penjelasan dari pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep. Namun jika pihak korban membutuhkan pendampingan dari psikiater, pihaknya siap mendatangkan. “Agenda kita sebenarnya juga ke rumah korban. Tapi kita ingin istirahat dulu,” pungkasnya.
Sementara salah satu orangtua korban sodomi, Ahmad Rijali mengatakan, pihaknya beberapa waktu lalu memang ke Jakarta membawa keenam korban sodomi. Awalnya, pihaknya ingin mengadukan penanganan kasus ini kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Pusat.
Namun setelah di Jakarta, pihaknya diarahkan ke Komisi III DPR RI. Setelah mengadukan persoalan tersebut, oleh wakil rakyat Komisi III diarahkan ke LPSK. “Saya sampai ke Jakarta karena penanganan kasus ini berjalan di tempat,” tukasnya.
Dia tak memungkiri adanya pendampingan yang diberikan oleh Pemkab Sumenep, dalam hal ini BPMP-KB. Hanya saja, dia mengaku heran karena pendampingan yang diberikan kurang maksimal. Terbukti, kasusnya hingga saat ini masih terkatung-katung. Bahkan tersangka dalam kasus ini dikeluarkan atas dasar hukum.
Rijali mengaku tak habis pikir terhadap sikap pihak BPMP-KB. Sebab saat menginformasikan bahwa pihaknya akan ke Ke Jakarta untuk mengadu ke KPAI, ternyata dilarang. Alasannya agar pihaknya tidak malu. “Padahal saya sendiri tidak malu,” tukasnya.
Selebihnya, Rijali bersama enam korban sodomi di Jakarta selama satu minggu. Selama di Jakarta, pihaknya tidak mendapat pendampingan dari Pemkab Sumenep. Sehingga harus mengeluarkan biaya sendiri. Padahal, menurut Askari, seharusnya memang mendapat pendampingan dari pemerintah setempat.
Kepala Kejaksaan Negeri Sumenep, Bambang Sutrisna mengungkapkan, sampai sekarang kasus tersebut masih belum ditangani pihaknya, tapi masih bergulir di kepolisian. Sebab petunjuk dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) belum dipenuhi. “Tadi, dari LPSK hanya koordinasi perkembangan kasus ini,” tuturnya.
Kasus pelecehan seksual tersebut bergulir sejak tanggal 11 Februari lalu. Pelaku dalam kasus ini, Alimuddin, dikenal sebagai salah seorang tokoh masyarakat. (FATHOL ALIF/MK)