SUMENEP | koranmadura.com – Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Jakarta Askary Razak membenarkan pihaknya telah melakukan investigasi terhadap kasus pencabulan yang dilakukan seorang guru ngaji terhadap enam muridnya di Kabupaten Sumenep, Jawa Timur. Investigasi dilakukan setelah ada usulan dari Komisi III DPR RI tentang kasus tersebut.
“Para orang tua korban sempat datang ke Jakarta. Mereka minta bantuan karena kasus ini mandek,” kata dia, Kamis (11/8).
Kasus pencabulan yang dimaksud LPSK terjadi 12 Februari 2016 lalu, di Desa Morassem, Kecamatan Pasongsongan. AM, 50 tahun, seorang guru ngaji di sana digerebek warga saat menyodomi seorang muridnya. Modusnya, AM mengiming-imingi korbannya dengan uang dan rokok agar mau dicabuli.
Menurut Askary, dari enam korban tersebut, satu korban masih mengalami trauma dan membutuhkan penanganan khusus dari psikolog. Sementara korban lainnya, kondisinya cukup stabil dan baik.
“Senin depan kami akan putuskan. Korban butuh perlindungan apa tidak,” ujar dia.
Sementara itu, soal tersangka AM, Askary mengatakan dari hasil penelurusan di lapangan AM dibebaskan demi hukum karena masa penahanannya habis. Namun pelepasan itu tidak berarti penyelidikan kasus terhenti. “Kasus tetap lanjut,” kata dia.
Menurut Askary, berkas perkara pencabulan guru ngaji sulit dilengkapi oleh penyidik Polres Sumenep karena tersangka diduga mengalami gangguan jiwa. Sehingga Kejaksaan Sumenep masih belum mau meningkatkan ke tahap penyidikan karena perlu ada kepastian kondisi kejiwaan pelaku dengan pemeriksaan oleh dokter ahli jiwa.
Kepastian itu, kata dia, dibutuhkan karena pasal 44 KUHP menyebutkan penderita gangguan jiwa berat tidak bisa diproses hukum. “Lanjut tidaknya kasus ini bergantung hasil pemeriksaan kondisi kejiwaan pelaku,” terang Askary. (ALMUSTAFA/RAH)