
SUMENEP | koranmadura.com – Penggarap tanah negara di Desa Paseraman, Kecamatan Arjasa, Pulau Kangean, menolak tanah tersebut dibangun bandara. Hingga saat ini, tanah milik negara itu tetap dimanfaatkan pihak penggarap, karena mereka tidak merasa menerima uang ganti rugi dari pemerintah daerah.
”Kalau ini dipaksakan pasti akan bermasalah. Mujur kalau masyarakat tidak membawa ke ranah hukum,” kata mantan Kepala Desa Paseraman Moh Imran, Kamis (4/8).
Menurutnya, belum sampainya ganti rugi tersebut kepada penggarap tanah karena mekanisme pencairan yang dilakukan oleh pemerintah daerah salah sasaran. Mestinya, anggaran tersebut langsung diberikan kepada pihak penggarap. Namun, fakanya diberikan kepada kepala desa.
Sementara modusnya sebelum pencairan kepala desa membuatkan rekening fiktif. Yakni rekening tersebut diatasnamakan penggarap padahal nama-nama tersebut merupakan sejumlah aparatur desa. ”Kalau tidak keliru yang diterima sekitar Rp 986 juta. Penggarap baru tahun soal itu,” jelasnya.
Meskipun persoalan tersebut saat ini sedang ramai diperbincangkan, namun pemerintah daerah belum mengambil tindakan untuk memediasi persoalan tersebut. ”Mestinya kalau sudah terjadi seperti itu, Dishub (Dinas Perhubungan), Camat, maupun Kepala Desa turun tangan. Bagaimanapun lokasinya tetap berada di kecamatan,” jelasnya.
Menurut anggota DPRD Sumenep itu, jika pemerintah daerah tetap berencana membangun bandara di Pulau Kangean, maka harus mencari lokasi lain. ”Kami sudah dengar selentingan soal itu. Tapi kalau mencari lahan baru, yang jelas harus melakukan proses dari awal lagi. Sementara proses tersebut membutuhkan waktu yang cukup lama,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dishub Sumenep Mohammad Fadillah belum bisa dikonfirmasi. Saat dihubungi melalui telepon selulernya sedang tidak aktif hingga berita ini ditulis. Namun sebelumnya, mantan Kepala BPBD itu memastikan tahun ini tidak ada aktivitas pekerjaan proyek pembangunan bandara di daerah kepulauan. Sebab, dokomen perencanaannya masih belum selesai. Bahkan, saat ini lokasi yang akan dibangun bandara belum mendapatkan izin dari pemerintah pusat.
Sementara pelaksanan survei lokasi sudah selesai dilakukan, termasuk penyusunan Detail Engineering Design (DED), Fasibility Study (FS), dan master plan sudah selesai dilakukan. Sat ini ini tengah diajukan kepada pemerintah pusat untuk mendapat rekomendasi penetapan izin penetapan lokasi. Sedangkan yang menyusun dokumen tersebut adalah Dishub Provinsi Jawa Timur. ”Jadi, untuk realisasi fisiknya masih tahun 2017,” katanya.
Seluas 11 hektare direncanakan dibebaskan tahun 2015, sedangkan sisanya seluas 7 hektare akan dilakukan pembebasan tahun depan. ”Sisa untuk pembebasan itu kami lakukan tahun 2017, karena khwatir jika dilakukan pembebasan tahun ini tidak sesuai denga ketentuan yang dari pemerintah pusat,” tegasnya. (JUNAIDI/MK)